30% Anak Indonesia Merokok
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin. Sekarang, total jumlah anak Indonesia mencapai 80 juta anak. Dari jumlah itu, 30% anak merokok. Rata-rata prevalensi perokok pemula menjadi berusia 7 tahun, padahal 10 tahun lalu rata-rata prevalensi perokok pemula pada usia 19 tahun.
“Lebih memprihatinkan lagi, kini banyak anak merokok pada usia balita seperti terjadi pada kasus anak SS dan temannya di Malang, yang mulai merokok pada usia 4 tahun. Bahkan anak R di Sukabumi, yang mulai merokok pada usia 2,5 tahun,” ungkap Hadi Supeno, Ketua KPAI di Kantor Kominfo Jakarta, Kamis (22/4/2010).
KPAI, sambung Hadi, sejak tahun 2007 menyatakan agar segera menyelamatkan anak dari ancaman bahaya rokok. Setelah UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan diintrodusir, kini KPAI meminta kepada pemerintah segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan.
Dasar pertimbangan KPAI, pasal 28 b ayat 2 UUD 1945, pasal 44 UU No.23/2002 tentang perlindungan anak, pasal 113 serta pasal 116 UU No.36/2009 tentang kesehatan. Bahkan, KPAI melihat ada perlawanan dari sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan industri rokok, mengatasnamakan petani tembakau terhadap ketentuan pengamanan zat adiktif.
“Mengingat, pasal 113 sempat hilang dari peredaran dalam perjalanan dari DPR ke Sekretariat Negara. Tapi, Alhamdullilah pasal yang hiulang itu sudah kembali. Kejadian ini merupakan sejarah pertama di lembaga wakil rakyat yang menghilangkan satu pasal dalam UU kesehatan,” ucapnya.
Selain itu, Kementrian Perindustrian tetap mempertahankan road map industri rokok agar meningkatkan produksi dari 220 miliar batang per tahun pada 2007 menjadi 260 miliar batang pada 2010. Ternyata, realisasinya jauh lebih tinggi dari road map. Ini menunjukkan tidak ada upaya, tidak ada niat baik untuk menurunkan produksi rokok, katanya.
Untuk itu, KPAI mendesak pemerintah segera mengesahkan RPP Pengamanan Produk Tembakau, yang harus memuat ketentuan-ketentuan antara lain, Larangan total iklan rokok dimana pun termasuk di media massa, Larangan sponsor rokok untuk kegiatan sosial, olah raga, kesenian dan keagamaan, Larangan menjual rokok eceran, Larangan menjual rokok kepada anak-anak, Larangan merokok pada fasilitas-fasilitas/tempat umum, serta ketentuan lain yang bisa menjamin pengamanan dan penyelamatan anak dari bahaya rokok, ungkap Hadi.
Juga untuk memberikan landasan hukum yang lebih komprehensif dan kuat, pemerintah segera meratifikasi konvensi internasional pengendalian tembakau atau Framework Convention On Tobacco Control. Mengingat di dunia ini, hanya dua negara yang belum meratifikasi yakni Indonesia dan Zimbabwe, negara di Afrika.
“Kalau mendengar itu, apakah Indonesia mau disamakan dengan negara Afrika seperti Zimbabwe. Apakah peradaban kita disamakan dengan negara Zimbabwe, ini kan menyedihkan juga,” tambahnya.
Dalam event ini, juga dihadiri Asisten Deputi Urusan Pendidikan dan Kesehatan Kemeneg PP&PA, Heru Prasetio Kasidi, Koordinator Lawyer Committee on Tobacco Control, Muhammad Joni, dan Ses BIP Kominfo, Supomo.
sumber; kabar bisnis