Adiksi Rokok Mengancam Anak
Masih ingat heboh Aldi, bocah perokok alias baby smokers asal Palembang? Anak sekecil itu menyantap berbungkus-bungkus rokok sehari diusia muda belia. Di hadapan Mahkamah Konstitusi (MK), kisal Aldi kecil itu disaksikan sembilan Majelis Hakim jubah merah tatkala sidang MK menguji Pasal 113 UU Kesehatan.
Jumlah anak dan remaja yang besar menarik sahwat industri rokok membidik mereka menjadi perokok baru yang loyal dan substitusi perokok tua yang taubat dan perokok lain yang meninggal sakit.
Saat memperjuangkan tobacco control melalui MK, penulis selaku kuasa hukum Komisi Nasional Perlindungan Anak dan sekaligus Tobacco Control Support Center (TCSC) mengemukakan berbagai fakta dan urgensi perlindungan anak dari bahaya tembakau dan produk tembakau yang bersifat adiktif.
Pertama, PREVALENSI PEROKOK PEMULA MENINGKAT. Berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001 dan tahun 2004 maka telah terjadi peningkatan prevalensi anak-anak usia 15-19 tahun yang merokok dari tahun 2001 (sebelum adanya UU Penyiaran) dibandingkan dengan tahun 2004 (setelah adanya UU Penyiaran). Berdasarkan data Susenas tersebut diatas, terbukti prevalensi perokok kelompok umur 15-19 tahun pada tahun 2001 sebesar 12,7%, meningkat menjadi 17,3% pada tahun 2004. Selain itu juga terjadi penurunan usia inisiasi merokok ke usia yang semakin muda, yakni pada kelompok umur 15-19 tahun pada tahun 2001 mulai merokok (rata-rata) pada umur 15,4 tahun, tetapi pada tahun 2004 usia mulai merokok semakin muda (rendah) yakni pada umur 15,0 tahun;
Kedua, PEROKOK ANAK MENURUT SURVEY GLOBAL. Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2006 yang diselenggarakan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) menunjukkan 24,5% anak laki-laki dan 2,3% anak perempuan usia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, dimana 3,2% dari jumlah tersebut telah berada dalam kondisi ketagihan dan/atau kecanduan;
Ketiga, SUSENAS BPS: PENINGKATAN PREVALENSI PEROKOK PEMULA. Adanya peningkatan anak-anak merokok pada usia dini terbukti dari fakta dan data dari pertanyaan “pada umur berapa anda merokok?”, yang diperoleh fakta (jawaban), orang/anak yang mulai merokok pada umur 5-9 tahun, pada tahun 2001 sebesar 0,4%, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 1,7%. Jadi ada peningkatan anak-anak merokok mulai usia 5-9 tahun sebanyak lebih dari 400%. Selanjutnya orang/anak mulai merokok pada umur 10-14 tahun, pada tahun 2001 sebesar 9,5%, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 12,6%. Kemudian, orang/anak merokok pada umur 15-19 tahun, pada tahun 2001 sebesar 58,9%, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 63,7%;
Keempat, IKLAN ROKOK BERMETAMORFOSA DARI ZAT ADIKTIF DAN KARSINOGENIK MENJADI SEAKAN-AKAN BARANG NORMA. Dengan adanya siaran iklan niaga promosi rokok (sebagai suatu bentuk informasi maupun produk seni) yang justru tidak benar atau setidaknya misleading, dimana kebenaran ilmiah dan fakta yang sebenarnya bahwa rokok terdiri atas 4000 jenis zat kimia beracun dan sebanyak 69 zat diantaranya bersifat karsinogenik, dan bersifat adiktif.
Hakekat maupun defenisi yuridis-formil siaran iklan niaga rokok yang memang dimaksudkan untuk membujuk konsumen memakai rokok yang bersifat adiktif dan mengandung zat karsinogenik, dalam berbagai bentuk isi dan pesan iklan rokok, sudah bermetamorfosa dan secara tidak disadari telah menelusup ke pusat kesadaran konsumen (khususnya anak dan remaja) seakan-akan merokok dicitrakan aman, normal atau biasa. Sehingga tidak lagi dianggap zat berbahaya yang mengancam kesehatan dan kehidupan, dan bahkan lebih dari itu merokok dicitrakan secara curang (fraudulent) dan tidak adil, sebagai citra “kejantanan”, “kegagahan”, “persahabatan”, “citra eksklusif”, kebenaran yang “bukan basa basi”.
Kelima, IKLAN ROKOK YANG MENJERAT ANAK. Industri rokok dalam prakteknya kerap kali menggunakan mekanisme subliminal advertising yaitu sebuah teknik mengekspose individu (dalam hal ini adalah anak dan remaja) tanpa individu tersebut mengetahui hal tersebut mengingat isi pesan (message content) tersebut dilakukan secara berulang-ulang (terjadi repetisi) yang pada akhirnya akan membentuk sebuah hubungan yang bersifat kuat namun irrasional antara emosi dengan produk yang diiklankan.
Keenam, MEROKOK MENYEBABKAN PENYAKIT. Berbagai sumber laporan ilmiah tersebut telah mengungkapkan aneka ancaman berbahaya dari kegiatan merokok diantaranya, penyebab 90% kanker paru pada laki-laki dan 70% pada perempuan; penyebab 22% dari penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular); penyebab kematian yang berkembang paling cepat di dunia bersamaan dengan HIV/AIDS; dan sebanyak 70.000 artikel ilmiah menunjukkan bahwa merokok menyebabkan kanker, mulai dari kanker mulut sampai kanker kandung kemih, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah otak, bronkitis kronis, asma, dan penyakit saluran nafas lainnya
Ketujuh, ROKOK ADALAH EPIDEMI GLOBAL. Berdasarkan catatan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization), merokok merupakan penyebab kematian yang utama terhadap 7 dari 8 penyebab kematian terbesar di dunia [WHO Report on The Global Tobacco Epidemic, “M-Power Package”, 2008, hal 15]. Rokok yang sudah ditetapkan badan kesehatan sedunia (World Health Organization-WHO) sebagai epidemi global (global epidemic) yang bukan hanya mengancam kesehatan dan penyebab penyakit, namun penyebab dari sampai 200.000 kematian setiap tahunnya.
Terkait dengan global epidemic tembakau, WHO juga mencatat terdapat tidak kurang dari 100 juta kematian akibat tembakau yang terjadi pada abad ke 20, yang jika tidak dilakukan upaya pencegahan akan meningkat drastis menjadi 1 milyar angka kematian akibat tembakau pada abad 21.
Oleh karena alasan dan data hasil studi ilmiah tersebut terbukti kausalitas kematian dan/atau ancaman kematian yang nyata dan serius termasuk terhadap anak dan remaja, sehingga merupakan fakta adanya pelanggaran hak hidup yang dijamin Pasal 28B ayat (2) UUD RI Tahun 1945.
Lebih jauh lagi, kebenaran bahaya merokok merupakan kebenaran formil-yuridis sebagaimana PP Nomor 19 Tahun 2003 yang didalam Pasal 8 ayat (2) mengakui bahaya merokok, yakni “merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”. Bahaya merokok tersebut merupakan kebenaran faktual yang notoire feiten, sekaligus merupakan curia novit ius (the court knows the law).