Apersi Ajukan Uji Materi UU Perumahan
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengajukan uji materi UU No 21/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU Perumahan) kepada Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami baru saja memasukkan uji materi itu ke MK pada tanggal 24 Januari lalu,” kata Ketua DPP Apersi Banten, Vidi Surfiadi di Jakarta. Ia memaparkan, gugatan uji materi itu terkait dengan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan yang mengharuskan pengembang membangun rumah dengan tipe 36 untuk mendapatkan penyaluran kredit Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP).
Menurut dia, ketentuan spesifik terkait dengan penyebutan rumah tipe 36 itu idealnya tidak terdapat dalam UU tetapi dalam peraturan di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen). Bila ketentuan itu tetap diberlakukan tanpa adanya peraturan teknis di bawah UU yang mengatur spesifik tentang tipe rumah yang harus dibangun pengembang untuk mendapatkan FLPP, lanjutnya, maka hal itu dinilai cacat hukum.
Selain itu, kelompok sasaran dari FLPP sebenarnya juga adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dinilai tidak akan dapat membeli rumah tipe 36 apalagi bila hal itu tetap dipaksakan oleh pemerintah.
Karenanya, Apersi menilai bahwa Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan itu bertentangan dengan hak asasi dari warga MBR dalam mendapatkan perumahan yang layak huni dan memadai.
Dalam gugatan uji materi tersebut, Apersi menilai bahwa ketentuan pasal tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945, yaitu tepatnya Pasal 28 H ayat (1), Pasal 28 H ayat (4), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 D ayat (1) dari konstitusi Indonesia.
Meski mengaku telah mempersiapkan sejumlah saksi ahli dalam menghadapi uji materi itu, Vidi menyatakan bahwa pihaknya juga belum mendapatkan tanggal yang pasti terkait dengan agenda perdana jadwal sidang uji materi tersebut.
Sebelumnya, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) secara terbuka menolak ketentuan bahwa penyaluran kredit Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) hanya diperuntukan bagi pengembang perumahan yang membangun rumah dengan tipe 36.
“Kami menolak ketentuan itu karena tidak realistis. Peminat rumah di daerah itu, didominasi untuk mencicil rumah di bawah tipe tersebut seperti tipe 30, 21, dan sebagainya,” kata Ketua Umum Edi Ganefo dalam diskusi tentang Tinjauan Kebijakan Perumahan 2012 dengan tema Menggugat Pembatasan Luas Lantai Rumah, di Jakarta, Rabu.
Edi memperkirakan, jika kebijakan itu diteruskan maka hampir bisa dipastikan akan banyak anggota Apersi yang umumnya membangun rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) akan gulung tikar karena umumnya mereka berkemampuan membangun rumah tipe kecil di bawah tipe 36.