Aturan Bio Medis & Bio Bank Beresiko Tinggi, Presiden dan DPR Kudu Tunda Pengesahan RUU Kesehatan

Kedaulatan di tangan rakyat, dan dilaksanakan dengan konstitusi: UUD 1945. Apalagi, Negara Indonesia adalah negara hukum. Konstitusi menjamin perlindungan seluruh tumpah darah Indonesia, dan karenanya Negara menghargai (to respect), menjamin (to ensure), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak rakyat termasuk dengan norma UU yang valid (validity) dan dibuat, secara berdaulat, bebas dari kepentingan norma pesanan. Ya.., dengan membuka lebar partisipasi otentik rakyat –sebagai syarat prosedural formil– dan bukti ditegakkan disiplin partisipasi bermakna (meaningfull participation).

Pembahasan RUU Kesehatan tidak fasilitasi partisipasi otentik, karena publik hanya bisa mengetahui sidang pertama pembahasan RUU Kesehatan Panja DPR RI dan pengesahan Komisi IX DPR RI saja. Tidak pula ada diwartakan apalagi meluas –diperdebatkan, dipolemikkan, dibedah besar-besaran– melalui media mainstream. Hanya sidang pertama yang tak berlama-lama, dan cuma prosesi ketok palu serah terima dokumen pada sidang terakhir saja, Senin, 19 Juni 2023.

Begitu tersisihkah rakyat cq publik –pemilik “spesimen” Negara ini– dalam pembuatan UU? Bukankah itu sama dengan tidak bermaknanya suara dan aspirasi publik. Bukankah itu tidak tegaknya syarat prosedural formil keterbukaan pembahasan RUU Kesehatan?

Ketahuilah, prosedural itu penting. Itu seperti pertumbuhan kehidupan dari masa konsepsi (bahkan pra konsepsi) menjadi janin, …., …, new born, bayi baru lahir, 1000 hari pertama kehidupan, dst., masa emas, dan childhood yang tak bisa disingkirkan. Begitu arti prosedural formal kepada siklus “kehidupan” substansi norma UU.

Apalagi menyangkut hak asasi atas serta perlindungan rakyat dari pasal-pasal krusial perihal hak atas hidup (right to life), hak kelangsungan hidup (right to survival), dan hak atas perlindungan dari serangan zat/ material apapun atas kedua hak itu –yang sangat mungkin dari wabah karena serangan penyakit dari eksternal dan buatan lawan: aksi teror agen biologi. Apalagi akibat lemahnya keamanan dalam pengambilan, penggunaan, pengelolaan, pun pengalihan data bio medis apalagi bio bank ke luar wilayah Indonesia.

Tidak bisa dinafikan, hal itu clear & present mengancam hak konstitusi penghargaan, jaminan, perlindungan, pemenuhan hak atas kehidupan –yang merupakan hak utama (supreme right) dan tidak boleh dikurangi walaupun sedikit.

Terkait itu, adalah tidak sah dan nihil adil bahkan beresiko tinggi apabila masih adanya pasal yang memberikan wewenang atas pengalihan ke luar wilayah Indonesia atas anasir bio medis, termasuk misalnya spesimen klinik, ataupun sebagai bentuk data, informasi, apalagi data bio genetik tersebut milik sah dan bersifat privat dari orang/ warga negara Indonesia.

Penting dicatat, pengalihan ke luar wilayah Indonesia itu analog dengan perlintasan bio medis, lho. Apalagi terhadap anak, ada konsekwensi hukum dan aspek hak anak (rights of the child) yang jauh berbeda, yang perlu perlindungan khusus (special protection). Komisi negara bernama KPAI berwenang mengawasi pun melindungi anak dari bahaya trafiking anak.

Semakin krusial apalagi jika diambil atau diperoleh secara tidak sah dan melawan hak serta tanpa persetujuan (consern). Juga penting dicatat, ada ataupun tidak adanya consern dari anak itu tidak menghilangkan anasir pidana dari trafiking anak.

Semustinya RUU Kesehatan wajib melindungi tumpah darah cq. Rakyat Indonesia, termasuk setiap items spesimen klinik, data bio medis. Apalagi, kemudian tersimpan sebagai big data mengenai bio bank atau bio biorepositori dari warga Indonesia. Apalagi jika dibuka pula pengalihan yang tidak menjamin savety dalam skala paling tinggi, abai pengawasan, dan nihil penghargaan atas mutual materials treatment, yang karenanya hal itu masuk dalam kualifikasi tidak menghargai HAM atas setiap sel-sel kehidupan yang anugerah dan titipan Tuhan Maha Kuasa yang sangat berharga.

Hak-hak yang melekat pada rakyat/ warga Indonesia itu adalah bagian dari HAM atas setiap rakyat atas segenap bagian items anasir tubuh-raga bahkan jiwanya, yang tak hanya sebatas organ pun sel demi sel dari anasir bio medis-genetis dalam “kekayaan” kehidupan individu manusia.

Hak atas hidup (right to life), hak kelangsungan hidup (right to survival), apakah orang dewasa atau subyek anak, bukan hanya hak atas tubuhnya, namun perlindungan dengan level tinggi atas bio medis pun bio bank/ bio repositori yang dihimpun, dikelola, dialihkan/ dilintaskan, dengan atau sebagai data raksasa yang bernilai tinggi.

Gawat jika RUU Kesehatan membuka kesempatan swasta –termasuk swasta asing– sebagai aktor non negara bisa menjadi pelaku penyimpanan bio bank sebagaimana Pasal 339 ayat (2) RUU Kesehatan yang disetujui Komisi IX DPR RI, dan tinggak ketok palu sidang paripurna saja. Penyimpanan kepada pelaku swasta asing itu sama saja dengan pengalihan atau melintaskan bio bank milik rakyat ke luar otoritas Indonesia.

Jangan sampai tak aman, berpotensi disalahgunakan, apalagi dialihkan ke luar wilayah Indonesia, atau disimpan pelaku swasta asing tanpa jaminan hukum, bio medis pun bio bank — ke dalam UU. Yang dibahas, diuji, dipersoalkan kencang– apalagi tanpa partisipasi otentik yang bermakna.

Petisi dan epilog opini ini adalah: skip, tunda, dan ayolah bahas ulang lebih dalam dan lebih panjang lagi RUU Kesehatan. Yth.Bapak Presiden dan Pimpinan DPR, inilah kesempatan akhir menyingkirkan ranjau-ranjau marabahaya norma UU yang mengatur ihwal bio medis pun bio bank dalam RUU Kesehatan. Demi menjaga segenap tumpah darah Indonesia. Tabik.

(Muhammad Joni, Advokat Pro Kesehatan Rakyat).

Leave a Reply