Aturan Ukuran Rumah Minimal 36M2 Inkonstitusional
Mahkamah Konstitusi menyatakan aturan ukuran rumah minimal seluas 36 meter persegi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bertentangan dengan UUD 1945. Amar putusan dengan Nomor 14/PUU-X/2012 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
“Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Mahfud membacakan putusan permohonan yang diajukan oleh Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP APERSI) tersebut.
Hakim Konstitusi Muhammad Alim menjelaskan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman merupakan salah satu aspek pembangunan nasional, pembangunan manusia seutuhnya, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terpenuhinya hak konstitusional tersebut, yang juga merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang memiliki peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian warga negara sebagai upaya pencapaian salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang berjati diri, mandiri, dan produktif. Sebagai salah satu upaya pemenuhan hak konstitusional, lanjut Alim, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah wajar dan bahkan merupakan keharusan, manakala penyelenggaraan dimaksud harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain, syarat kesehatan dan kelayakan serta keterjangkauan oleh daya beli masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah.
“Terkait dengan syarat keterjangkauan oleh daya beli masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah, menurut Mahkamah, Pasal 22 ayat (3) UU 1/2011, yang mengandung norma pembatasan luas lantai rumah tunggal dan rumah deret berukuran paling sedikit 36 meter persegi, merupakan pengaturan yang tidak sesuai dengan pertimbangan keterjangkauan oleh daya beli sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah,” urainya.
Selain itu, Alim menambahkan implikasi hukum dari ketentuan tersebut berarti melarang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman membangun rumah tunggal atau rumah deret yang ukuran lantainya kurang dari ukuran 36 meter persegi. Hal tersebut, jelas Alim, berarti pula telah menutup peluang bagi masyarakat yang daya belinya kurang atau tidak mampu untuk membeli rumah sesuai dengan ukuran minimal tersebut. Lagipula, daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah, antara satu daerah dengan daerah yang lain, adalah tidak sama. Demikian pula harga tanah dan biaya pembangunan rumah di suatu daerah dengan daerah yang lain berbeda.
“Oleh karena itu, menyeragamkan luas ukuran lantai secara nasional tidaklah tepat. Selain itu, hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dipertimbangkan di atas adalah salah satu hak asasi manusia yang pemenuhannya tidak semata-mata ditentukan oleh luas ukuran lantai rumah atau tempat tinggal, akan tetapi ditentukan pula oleh banyak faktor, terutama faktor kesyukuran atas karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa,” paparnya.
Kemudian, Alim menguraikan bahwa hak bertempat tinggal, hak milik pribadi juga adalah salah satu hak asasi manusia. Suatu tempat tinggal, misalnya rumah, dapat berupa rumah sewa, dapat juga berupa rumah milik pribadi. “Seandainya rezeki yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa barulah cukup untuk membangun/memiliki rumah yang luas lantainya kurang dari 36 meter persegi, pembentuk Undang-Undang tidak dapat memaksanya membangun demi memiliki rumah yang luas lantainya paling sedikit 36 meter persegi, sebab rezeki yang bersangkutan baru mencukupi untuk membangun rumah yang kurang dari ukuran tersebut. Berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah permohonan Pemohon beralasan menurut hukum,” urainya.
Aspek Kesehatan dan Kelayakan Jauh Lebih Penting
Dalam putusan tersebut, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Hamdan, dalam rangka melindungi dan memenuhi hak-hak ekonomi dan sosial warganya, negara tidak dapat membiarkan kebebasan untuk membangun rumah yang tidak sehat di bawah standar minimal yang ditentukan, apalagi rumah tersebut adalah perumahan yang dibangun dengan fasilitas negara. Di situlah tanggung jawab negara dan kewajiban konstitusionalnya menjamin pemenuhan hak konstitusional warganya untuk bertempat tinggal pada lingkungan yang layak dan sehat. Dengan adanya luas minimum yang ditentukan undang-undang tersebut, juga mengandung konsekuensi negara menjamin pula kemudahan dan keterjangkauan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah, dengan memberikan subsidi, fasilitas dan kemudahan mendapatkan rumah.
Oleh karena itu, lanjut Hamdan, jika dikaitkan dengan persoalan keterjangkauan daya beli masyarakat dan ukuran luas adalah dua hal yang tidak selalu relevan. Hal yang paling pokok adalah ukuran harga rumah yang terjangkau bukan ukuran rumah yang kecil. Artinya dengan jaminan undang-undang minimal luas lantai rumah tunggal dan rumah deret minimal 36 meter persegi, mengandung makna pula bahwa negara berkewajiban memberi kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah dengan berbagai fasilitas dan kemudahan. Ukuran keterjangkauan sangat relatif, karena seberapa pun kecilnya rumah yang dianggap terjangkau juga tidak bisa menjamin bahwa seluruh atau sebagian besar rakyat Indonesia dapat memiliki rumah, karena adanya perbedaan tingkat pendapatan masyarakat. Hal itu sangat tergantung pada tingkat harga rumah, bukan pada besar kecilnya rumah, walaupun luas berpengaruh terhadap harga.
“Jadi menurut saya, hal paling utama yang harus dijamin oleh Pemerintah adalah aspek kesehatan dan kelayakan tempat tinggal yang sehat agar manusia Indonesia tumbuh baik dan sehat. Rumah terjangkau tetapi tidak sehat, adalah bentuk pengabaian negara terhadap hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan tempat tinggal yang baik dan sehat. Mengadakan rumah yang terjangkau tetapi tidak sehat, sama saja membiarkan rakyat hidup secara tidak layak dan tidak sehat,” tandasnya. sumber