Cerita Rhapsody Pagi Supardi
Di satu senin pagi tahun 2018. Masih pukul 06.15 pagi. Sang rintik merintik belum pergi. Si hawa sejuk –sisa hujan besar tadi malam– masih gesit menggigit kulit.
Nun.., beberapa depa di depan gerbang lingkungan komplek sekolah sosok itu berdiri. Dia hanya sendiri. Berseragam biru. Batik Korpri. Menebar senyum. Dalam berdiripun, pemilik badan ukuran sedang itu bergerak. Tak diam. Juga, tak sok jaga wibawa. Sorot matanya lincah dan teduh. Menengok itu dari belakang setir mobil, saya berdecak: keren!
Sesekali patik melihat nakhoda pendidik yang keren! itu memberi sedikit sapa. Menepuk bahu siswa. Menatap tanda ada kontak mata. Dan…, (ini yang parentis): dia lebih dulu memberikan tangan, memberi salaman menyambut siswa-siswi berseragam putih-putih –yang berbondong menuju pemilik tangan yang menjulur duluan itu. Konon sejarah lakon bersalaman itu tanda penerimaan yang damai. Tanpa senjata.
Siswa dan siswi SMA berseragam Senin itu. Ya.. mereka yang semula nyaris berebut turun dari kenderaan, ataupun yang ligat cepat melangkah, yang menjuju berjalan berebut masuk mulut gerbang, pun tanpa komando sontak rapih membentuk satu barisan. Tak ada kata “Q Please” berkumandang.
Atraksi salaman, merundukkan hidung, mata dan kepala. Santun menyintuh punggung jemari tangan. Persis seperti panorama pagi hari lebaran. Atraksi pagi yang membuncahkan jantung dan hati.
“Itu pak Kepala Sekolah”, ujar Salma Nabilla Justisia tatkala patik sendiri menyetirinya tiba di depan gerbang sekolah negeri Akreditasi A dengan NPSN : 20103280 itu.
Sosok Kepala Sekolah SMA Negeri 36 Jakarta Timur yang tebar senyum pagi dan menjulurkan tangan bersalaman –yang bagian dari edukasi dan “tanda baca” perdamaian sedunia itu– bernama: Drs. Mochammad Endang Supardi, M.Pd. M.Si.. Dia diwartakan Kepala Sekolah SMA berprestasi terbaik ke-6 skala nasional. Supardi artinya jalan penghidupan yang tenteram, merdeka, bahagia dan sempurna: kedamaian.
Tak cuma dari bangku sekolah, eureka… ada banyak pelajaran dari sepotong pagi. Setok pelajaran bernas tak hanya dibongkar dari ruang kelas. Pun, pelajaran membangkitkan semangat dipungut dari kolaborasi antri pagi, hawa sejuk dan hujan merintik.
“Tetap upacara, kan kemarin Sumpah Pemuda”, kata “intan payong”-ku Salma yang anggota Paskib SMA-nya bersemangat menjawab tanyaku ikhwal kausalitas hujan versus upacara bendera.
Siap gerak. Salma memetik pelajaran dari pertarungan upacara bendera melawan godaan hujan. Pun demikian ayahnya.
FB-ers sudahkah anda tersenyum dan bersemangat pagi ini. Senyum itu ibadah sedekah. Apalagi dari hati yang hidup dan membuncah. Semangat itu tenaga bertuah. Menghadapi cuaca per 29 Oktober 2018 yang sedang mulai berubah. Yang tak berubah, pagi ialah rhapsody yang supardi. Tabik.
(Muhammad Joni).