Dari Mayday, Alarm Sosial yang Memproklamasikan Lagi Hakikat Proklamasi
Tak elok lagi berkilah. Rilis data Ombudsman dan reportase serikat pekerja gamblang menunjuk eskalasi masuknya pekerja asing. Lumrah saja, kencang berdering alarm kegelisahan sosial anak bangsa. Kritik mereka masih koridor menjaga Indonesia.
Tak perlu-lah akrobat statistik dan debat angka untuk menjegal giat membela buruh/pekerja Indonesia dari “hotspot” serbuan tenaga kerja asing.
Isme yang menghidup-hidupkan sikap pro buruh/pekerja lokal, sudah cukup Indonesiawi dan insaniawi dengan mendengar suara hati dan mengikuti hakikat moral Proklamasi: demarkasi! Ya…, proklamasi = demarkasi mendobrak kolonialisasi kepada kedaulatan negara bangsa.
Jangan rabun jauh sejarah, memori sejarah kelam kolonialisme penjajahan yang eksploitatif, cukup beralasan kita bergiat memberi surplus semangat kepada serikat pembela buruh/pekerja yang idemditto kaum/warga bangsa Indonesia. Bergiat yang menunjukkan siapa-siapakah pemilik jiwa Indonesia sejati.
Sebab itu usah didebat lagi, kalau rakyat mengacu lugas kepada hakikat proklamasi dan saripati konstitusi. Usah risau dan sinis tatkala makin banyak jiwa Indonesia sejati yang pasang badan pro kaum/warga bangsa Indonesia. Usah cerca saudara sebangsa jika semakin surplus arus yang menghendaki #Ganti Ketidakadilan, sekarang. Eureka.., mengganti “soak keadilan” sejengkal pun itu bukan kejahatan zaman now. Pun demikian bergiat mengekspresikannya.
Tak berguna bagi mutu kenegarawanan andai menolak kontrak sosial yang membumikan isme Negara Kesejahteraan, termasuk ‘pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ bagi anak negeri sendiri.
Mengapa? Sebab itu ikhwal otentik isi konstitusi. Sejahtera adalah alasan kita bernegara. Siapa berani menganiaya Volk Geist, jiwa bangsa dan siapa hendak melawan konstitusi, Against Constitution? Sayangnya di sini belum ada mahkamah dengan otoritas Constitutional Complaint, karena hemat saya ini bukan hanya sekadar soal Judicial Review Perpres 20/2018.
Merenungi hari libur Maiday 1-5-2018, sungguh patik memetik hikmah bahwa ‘pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ ajaran Pasal 27 ayat (2) UUD RI Tahun 1945 hanya diidamkan jiwa Indonesia sejati saja.
Tetap semangat Indonesia sejati, sebab (semangat) itu yang sinarnya menerangkan jagat dunia. Allahu’alam.Tabik.
(Muhammad Joni, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia/MKI).