Dari Rumah Negeri Digenah (4 & 5): Catatan Buku ‘Ayat Perumahan Rakyat’
Alhasil, misi pemenuhan hak bertempat tinggal tak sekadar “kerja tahunan” PSR saja, dan itupun PSR tak sekedar membangun rumah, memenuhi statistik produksi rumah dan serapan pembiayaan.
Kebutuhan rumah sama penting dengan kelayakannya. Karena itu, tema perumahan adalah layak huni dan terjangkau, untuk semua dan berkelanjutan.
Sebab itu, menyediakan rumah untuk dihuni dan tepat sasaran. Pembangunan perumahan bukan statistik, karena inheren ada keluarga, jatidiri, identitas dan keadaban (tamadun). Yang membedakannya dengan pembangunan infrastruktur, perumahan untuk dihuni dan membangun keluarga membina cinta, dan bahkan menjadi pangkalan pertumbuhan ekonomi.
Menyediakan perumahan yang layak huni sebagai jatidiri dan pangkalan membina keluarga sehat-bahagia, tak melulu reproduksi perumahan. Ini catatan ke-4 dari buku AAPR.
Patik membayangkan andai saja PSR digenjot dalam kerangka PSN, menjadi alasan kuat segeranya bank tanah (land bank), pembiayaan inovatif yang beragam dan ramah menjangkau MBR, regulasi yang patut, penulis meyakini itu inner strength mengatasi backlog, rumah tidak kayak huni dan kawasan kumuh, lebih dari itu penyelenggaraan perumahan rakyat bisa berprestasi menjulang.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunanisme bukan hanya membangun fisik, bukan hanya penjumlahan statistik perumahan namun demi kesejahteraan perumahan.
Kalau asumsi pembangunan perumahan menjadi pendorong 174 industri turunan, maka sebenarnya ada berkah, ada keajaiban pertumbuhan dalam pembangunan perumahan. Bak sisi kedua dari mata uang, pembangunan perumahan identik meningkatkan kesejahteraan MBR. Rumah dan perumahan adalah pangkalan pertumbuhan.
Tesisnya, perumahan mempercepat kesejahteraan. Perumahan rakyat musti berdiri sejajar garda depan kesejahteraan. Ini catatan ke-5 dari buku AAPR