Dari Rumah Negeri Digenah (6 & 7): Catatan Buku ‘Ayat Perumahan Rakyat’
Sebab, menyediakan perumahan, setarikan nafas membawa masuk MBR dan rakyat miskin kepada sistem perumahan, dan inklusi pembiayaan, dan kapitalisasi aset.
Terinspirasi Hernando de Soto, membawa MBR kepada sistem perumahan dan perbankan, pun demikian warga masyarakat pemilik tanah tak hanya pemasok awal lahan perumahan dan properti bahkan kota baru, namun menjadi bagian dari mesin perumahan itu sendiri yang dalam ayat ke-25 menyebut Co-Ownership, mencegah mereka tersaring keluar dibalik tembok alias “kampung terjepit”.
Stok aseli lahan milik mereka bisa diinstrumentasi, dikapitalisasi dan institusionaliasasi, tentu dengan pemberdayaan dan pemihakan Negara.
Selain bank tanah, paragraf ini mengujarkan penyediaan tanah yang membawa masuk komunitas pemilik tanah aseli dalam sistem perumahan rakyat. Ini catatan ke-6 dari buku AAPR.
Pertemalian rumah, perumahan, permukiman, perkotaan yang berisi untuk warga masyarakat atau komunitasnya, maka perumahan dan perkotaan bukan hanya penjumlahan bangunan properti dan akumulasi instalasi fisik.
Perumahan pun demikian kota adalah untuk memanusiakan manusia.
Perumahan bukan hanya kebutuhan dasar, tetapi identitas keadaban bangsa.
Suistainable Development Goals (SDGs) tujuan ke 11 Suistainable Communities and Cities, dua matra yang tak terpisahkan apalagi dipertentangkan.
Namun apa artinya community tanpa housing? Buku ini hendak mengamini jalin pertemalian antara rumah, perumahan, permukiman dan perkotaan yang tak terpisahkan, bukan vis a vis.
Kembali kepada housing, suistainable community and city, tak bisa lepas perumahan dengan permukiman, termasuk pembangunan rumah susun, dan selanjutnya perkotaan.
Ragam soal rumah susun yang diulas 11 ayat dalam dalam Bab VI buku ini, pun geliat transit oriented development (TOD), kiranya semakin mendesak segera mengesahkan PP Rumah Susun. Ini catatan ke-7 dari buku AAPR.