Grasi Ola
Lagi, ihwal Grasi Presiden kepada terpidana mati Franola alias Ola menuai “badai” kritik. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menduga ada mafia yang bekerja. Ola, yang menurut sumber Republika adalah istri Mouza ketua geng Afrika untuk perdagangan narkoba di Indonesia.
Tak ada yang membantah hak konstitusional Presiden menerbitkan Grasi. Namun, kelakuan Ola yang mengatur transaksi dari penjara seperti diungkap BNN, bukan soal sederhana. Tak patut memberi ampunan pada yang tak mengenal kata jera.
Publik tidak bisa menyembunyikan kegundahan, tatkala mengetahui dan tersiarnya berita pada media massa perihal terbitnya Keputusan pemberian Grasi dari Presiden kepada terpidana kejahatan serius narkoba yang merupakan produsen dan pengedar narkoba, yakni Deni Setia Maharwan dari putusan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup, sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 tertanggal 25 Januari 2012, dan pemberian Grasi kepada Merika Pranola yang mengubah dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 35/G/2011 tertanggal 26 September 2011.
Walaupun hak Grasi Presiden itu konstitusional, seyogyanya dipergunakan secara super selektif. Ini kejahatan serius, luar biasa, transnasional dan terorganisir. Mestinya Presiden bijak tidak memberikan Grasi kepada pelaku kejahatan serius, luar biasa, terorganisir dan transnasional narkoba.
Mengapa? Kejahatan ini mengancam anak-anak Indonesia, dan mengancam generasi muda bangsa sebagai pelanjut cita-cita Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Data penelitian BNN dengan Puslitkes Universitas Indonesia (2004), prevalensi nasional penyalahgunaan narkoba 1,75% atau 3,2 juta orang, tahun 2008 naik menjadi 1,99% (3,6 juta), tahun 2011 kenyataannya 2,2% (3,8 juta), dan prediksi tahun 2015 naik menjadi 2,8% (5,1 juta). Perputaran global nilai uang peredaran haram narkoba menduduki peringkat pertama sebesar USD 399 miliar. Tahun 2010 saja ditaksir kerugian Rp. 41,2 triliun akibat penyalahgunaan narkoba. Untuk biaya privat dan biaya sosial. Tak hanya merusak generasi bangsa, namun juga menyedot keuangan negara.
Tidak kurang dari 50 orang meninggal sia-sia setiap hari, dan tidak kurang dari 2,4 juta korban narkoba yang saat ini perlu segera memperoleh rehabilitasi mental dan penanganan serius. Karena itu, Grasi melemahkan gerakan melawan narkoba dan mengurangi efek jera terpidana kejahatan narkoba.
Atas dasar itu, patut jika Presiden mengambil ihtiar serius dan luar biasa memerangi kejahatan narkoba. Presiden tepat dan layak jika mengambil kebijakan Moratorium Grasi kepada pelaku terorganisir produsen narkoba.