Kantor Jingga yang Mencairkan Kemenangan: Tahniah 17
Ahad, 6 menit jelang tengah siang. Saya gowes ringkas lewat sini. Gedung jingga ini masih berdiri. Jingga dikawal hijau pohon. Setop beberapa jenak. Kamera saya tak menghilang untuk menjepret 20 foto. Beta berteduh dan mengambil udara, memanjakan bronkia. Pun, benak saya sontak mengambil sepotong memori lama dan imajinasi meneduhkan retina.
Di awal-awal debut karier saya menurunkan tandatangan somasi dan legal konfirmasi, kantor jingga dekat Kelapa Gading Mall (KGM) ini banyak berjasa bagi kas keluarga saya. Tentu berjasa juga bagi pengadilan mengantarkan surat panggilan dan relass kemenangan. Kassa kedai KGM pun sukaria.
Sempat saya melangak menatap instalasi kesenian warna jingga. Apa jadinya keadilan tanpa pak postman? Jangan tutup kedainya kumendan. Inovasi lah! Kantor pos mencerdaskan kehidupan bangsa. Ibu Kita Kartini adalah saksi history.
Dulu, pas “keluar main-main” SMP di Tanjungpura (1979-1982) saya rajin menempelkan uang jajan di buku Tabanas, dan mencairkan wesel menulis koran di kantor pos –yang sejuk dikawal pohon sena tegak tegap.
“Banyak kemenangan yang bisa dicairkan dari sini”.
Begitu sepotong dialog ringkas film berlatar sejarah bertitel ‘Enam Menit ke Tengah Malam’ (Six Minutes to Midnight), kisah di UK, 15 Agustus, 1939. Pas 17 hari sebelum Perang Dunia II, seorang guru Inggris dan kameranya menghilang di pesisir sekolah dengan 20 gadis remaja Jerman.
Saya membenarkan dialog itu sambil sukaria terbahak kecil seperti menambahkan saldo kas Tabanas. Patik selalu meraih kemenangan jiwa menatap jingga untuk retina, dan tak melewatkan keseniannya, sebagai inovasi lukisan tulips jingga. Be the best. Be the winner. Gerakan kembali ke kantor pos. TAHNIAH 17 PERADI. Ibarat single belia, dia meremaja. Tabik. (Advokat Muhammad Joni)