“Kekuasaan OJK Lebih Besar dari Presiden”

Inilah lembaga pendatang baru  dalam perkembangan ketatanegaraaan Indonesia masa kini yang bakal menggeliat tahun 2014. Otoritas jasa Keuangan (OJK) lembaga independen yang mengelola aset besar, hampir 9000an triliun. Tepatnya, Rp.8.955,51 triliun. Lebih besar dari dana yang dikelola Presiden dengan APBN tahun 2012 hanya  Rp 1.418,5 triliun.

OJK bukan eksekutif, namun lembaga bersifat independen seperti Bank Indonesia (BI). Namun, independensi OJK tak seperti bank sentral bank sentral yang dititahkan dalam konstitusi.

Kekuasaan mengelola dalam arti mengawasi aset IJK yang kompleks dan jumlahnya sebesar itu, tak heran jika Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI menukilkan, kekuasaan OJK lebih besar dari Presiden dalam  mengelola APBN.  OJK mengelola aset yang sangat besar dan sangat terintegrasi antar lini pengawasan, baik perbankan, pasar modal, maupun industri keuangan lainnya.

OJK mempunya tugas dan wewenang  mengawasi industri jasa keuangan (IJK). UU Nomor 21/2011 menentukan tugas OJK melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan [Pasal 6, 7, 8, 9 UU No.21/2011].  OJK dimandatkan  mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat [Konsideran dan Pasal 4 huruf a UU 21/2011]. Pun demikian, OJK berwenang dan aktif melakukan perlindungan konsumen dan masyarakat.

Menekuri itu, takdir kehadiran OJK mesti tangguh dan mampu membawa kesejahteraan rakyat dengan pengawasan IJK. Indikatornya tak marak lagi moral hazard atau kriminalitas dalam transaksi IJK. Mengelola pengawasan aset jumbo dibawah wewenang OJK tak lain adalah menjalankan amant konstitusi pasal 28H ayat (4) UUD 1945, yang menjamin hak konstitusional setiap orang atas harta kekayaannya.

Kekayaan seseorang bisa tergerus atau hilang, bisa jadi karena kelalaian sistemik dan pengawasan lemah terhadap IJK. Kasus yang menimpa bank century, atau Koperasi Langit Biru, investasi bodong, dan aneka ragam trik pembebenan biaya kepada nasabah, adalah realitas penggerusan harta kekayaan yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (4). Karena itu, OJK memiliki justifikasi dan mandat konstitusional tak hanya dipahami sebagai pengawasan IJK namun mengawasi amanat konstitusi.

Tatkala Muhammad Joni, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) mengungkapkan sisi  mandat konstitusionalitas OJK mengawal harta kekayaan warga masyarakat  sebagaimana Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, m”Pergerakkan komponen aset yang tidak wajar harus dapat segera ditangani oleh OJK seperti antisipasi fraud dan minmanagement di industri keuangan. Ke depan, OJK juga diharapkan dapat memberikan penilaian atas peringkat surat utang lembaga keuangan BUMN maupun swasta sehingga menjadi second opinion dalam keputusan berinvestasi masyarakat,” tutur Harry dikutip dari hukumonline.com.

Leave a Reply