Kepemilikan Bersama: Logika PPPSRS Tunggal
Acapkali diwartakan perselisihan ikhwal pengelolaan apartemen atau rumah susun (rusun) terkait kewenangan mengelola apartemen. Apa yang dikelola? Pembaca mafhum, apartemen atau rusun berbeda dengan rumah tapak (landed house), karena bukan hanya memiliki satuan rumah susun (sarusun) atau unit apartemen, namun memiliki hak atas kepemilikan bersama (common property) yakni bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Opini ini mengulas konsep hukum kepemilikan bersama bukan kasus konkrit pengelolaan apartemen.
Menurut ilmu hukum, konsep kepemilikan bersama mengakui benda atau aset bersama itu dimiliki seluruh (the all) pemilik, sehingga tidak dimiliki satu atau beberapa orang saja. Artinya, di-hak-i (diberi titel hak) seluruh pemilik, tanpa pengecualian.
Konsekwensinya? Tidak valid apabila dinormakan bahwa kepemilikan bersama hanya di-hak-i sebagian pemilik saja. Apabila ada pemilik yang diabaikan atau tidak menjadi pemilik bersama atas common property itu, maka tindakan hukum atas common property itu cacat hukum. Bahkan, jika tidak seluruh pemilik menjadi pemilik bersama, maka telah terjadi perampasan hak sebagian pemilik yang diabaikan.
Bagaimana perbuatan hukum atas kepemilikan bersama? Mesti dilakukan secara bersama-sama sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Di negara lain pemilik atas kepemilikan bersama ini berhimpun menjadi Common Association atau Owner Association.
Bagaimana di Indonesia? Jika membedah UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rusun”) mengakui pula konsep kepemilikan bersama. Mengacu sistem hukum yang dikemas dalam UU Rusun, dapat ditarik 3 (tiga) hal penting. Pertama, UU Rusun mengakui dan menganut kepemilikan bersama dan kepemilikan tunggal atas unit sarusun. Kedua, kepemilikan bersama tidak bisa dipisah-pisah, namun wajib dimiliki bersama, yakni atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Ketiga anasir kepemilikan bersama itu dimiliki bersama dengan badan hukum tertentu sebagai kristalisasi seluruh pemilik. Jadi tidak dikuasakan kepada seseorang atau sejumlah orang.
Apakah lembaga hasil kristalisasi pemilik bersama yang mewakili common property itu? Dalam UU Rusun disebut sebagai Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun (PPPSRS). Yakni badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni sarusun.
PPPSRS mesti berbentuk badan hukum (recht person) bukan orang personal (persoon). Mengapa? Tersebab eksistensi PPPSRS ada itu karena adanya kepemilikan bersama atas benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama. Ketiganya tidak boleh dimiliki orang per orang, namun dimiliki secara bersama-sama, dan diurus bersama-sama sebagai PPPSRS. Postulatnya, jika tidak ada kepemilikan bersama, maka tidak ada PPPSRS. Kepemilikan bersama adalah kausal adanya PPPSRS.
Tersebab PPPSRS adalah kristalisasi dari semua pemilik dan penghuni sarusun, maka seluruh pemilik dan penghuni sarusun melebur dan bermetamorfosis menjadi PPPSRS. Jadi, tidak ada logika hukumnya jika PPPSRS lebih dari satu. Tidak ada pula logikanya membentuk PPPSRS hanya berasal segelintir pemilik atau penghuni sarusun saja. Walaupun, secara sosiologis pembentukan PPPSRS “bayangan” diwartakan acapkali terjadi sebagai kritik atau perlawanan konsumen atas ragam praktik pengelolaan apartemen.
Mengapa itu terjadi? Sebab Pasal 1 angka 21 UU Rusun membuka celah “akrobat hukum” karena mendefenisikan PPPSRS dengan frasa “para pemilik atau penghuni sarusun” bukan “seluruh pemilik atau penghuni sarusun”. Akibatnya, dalam banyak kasus PPPSRS dibentuk lagi oleh sebagian tertentu pemilik atau penghuni, walaupun sudah ada badan hukum PPPSRS.
Tidak bermaksud mengulas kasus PPPSRS lebih dari satu, opini ini hendak menegaskan bahwa kepemilikan bersama adalah kausal adanya PPPSRS. Selanjutnya, logika hukum kepemilikan bersama itu idemditto PPPSRS tunggal. PPPSRS yang otentik itu menghimpun seluruh pemilik atau penghuni yang mendapat kuasa pemilik. Bukan sebagian para pemilik dan penghuni saja.