Kopi & Pertemuan ‘Anak Tiung’ yang Pulang Diam-diam
Cangkir glazed ceramic berlogo ‘Sangg’ itu diangkatnya perlahan. Lima jari kanannya merekat memegang kuping tunggal cangkir, satu telapak tangannya menahan cangkir dari bawah yang terasa panas, kalem macam orang menayang minyak penuh, menyiasati temperatur air kopi yang diracik skala 200 derajat fahreinheid plus +/- 2 derajat atau 92,2 ke 94,4 derajat celcius. Duh.., panasnya masih kuat merambat cangkir.
Bibirnya dan bibir cangkir bertemu. Cangkir diangkat elevasinya sedikit, sruup…., King Gayo terperangkap masuk mulut, wanginya merasuk hidung, dilempar ke kiri dan kanan rongga mulut, kopi hangat sampai di pangkal tenggorokannya, nikmat sensasi kopi sang King bekerja sampai ke dinding lambung. Sruuup…., sruuuup.
Matanya berkedip-kedip kena kopi raja gayo. Wawasan perkopiannya bangkit. Kalkulator pikirnya mengira skor 80 sekian, mendekati 90 untuk King Gayo ala ‘Sangg’, skor yang mantap jika poin sempurna adalah 100 merujuk SCAA cupping protocol. Syaraf penghitungnya meraba-raba poin untuk aroma & flavor, body, afterteste, sweetness, bitterness, complexity dan entah apa lagi, semuanya masuk dalam penilaian.
*
Alkisah kopi memang teman setia kaum sufi menengok diri sendiri, mendekati Ilahi. Dia seperti mengalami sebuah kisah, ketika Abu Al-Abbas Al-Baghdadi lama dicari, namun tak dijumpai. Saat muncul di Iskandarsyah, Mesir, dia mengujarkan:
“Dalam kesendirian aku pernah kesepian,
lalu dengan kesendirian aku jadi berteman,
menyendiri pun menjadi kebiasaan,
dan bagiku menyepi menjadi satu pertemuan”.
Pertemuan dengan siapa? Hanya bola matanya yang terbuka, kadang hampir terpejam memandang ke dalam, dia seperti mengasah bakatnya melihat dengan “mata yang lain”.
*
Semerbak wangi khas kopi Gayo menebar ke sekujur kedai, seakan hendak melampaui koridor lantai 2 yang plafonnya berlukisan awan dan jenjang tinggi semampai, yang sengaja dirancang molek. Suara mesin penggiling kopi menggetar. Barista sibuk menunaikan tugasnya.
Gelegar suara mesin penggiling kopi LA CIMBALI yang berwarna gelap dan putih bening bekerja terus dan terus. Warna biji kopi yang gelap pertanda lebih lama di roasting, proses roasting dengan suhu berbeda menghasilkan mutu yang beda, meskipun warnanya serupa, teknik roasing menjadi suatu seni sendiri, seni perubahan, muai dari fase pengeringan (Drying), Yellowing, pecahan pertama (First Crack), Roast Development, dan Second Crack yang menghasilkan minyak kopi yang kemudian menjadi Coffeeol, sejenis minyak yang mengambang yang larut dalam air.
Coffeeland Indonesia membedakan hasil roasting dengan perubahan warna biji kopi, mulai dari awal perubahan (Straw), coklat terang (Cinnamon Roast), New Englan Roast, American Roast, City Roast, Full City Roast, Vienna Roast, French Roast, Full French Roas (Italian Roast), Spanish Roast.
Suara mesin coffee grinder dan alunan lagu Melayu ‘Anak Tiung’ berlomba sampai ke sudut serambi kedai ‘Sangg’.
*
Dari Medan, ada yang pergi meninggalkan Deli. Dia bukan Abu Al Baghdadi. Kelakuannya mengajarkan pulang tanpa pamit pun mengajak minum kopi. Walau hanya kopi buruk poin 45, .. CafèUDe bukan SCAA cupping protocol. Memang ‘Anak de LaTiung’ tak sama Merpati, yang (diharap) tak ingkar janji.