Lawyer Apersi Minta Distribusi Dana FLPP Diaudit
Lawyer (pengacara) Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) dalam kasus gugatan judicial review Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Muhamad Jhoni SH, meminta agar pihak-pihak berwenang melakukan audit terhadap pelaksanaan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang dilaksanakan tahun 2011.
“FLPP harus diaudit (karena pelaksanaannya ternyata -red) tidak menyasar orang miskin,” ujar Muhamad Jhoni SH kepada MedanBisnis melalui telepon seluler, Rabu (29/2). Dikatakan Jhoni, semestinya orang miskin yang harus disubsidi langsung agar bisa mendapatkan rumah layak huni, bukan dengan skim pembiayan kredit kepemilikan rumah (KPR). Sekadar mengingatkan, FLPP adalah salah satu kebijakan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa yang dianggap salah satu kebijakan brilian yang dipuji banyak pihak dan dianggap solutif dalam mengatasi backlog (defisit) jumlah perumahan di Indonesia yang mencapai puluhan jutaan unit.
Pelaksanaan penyaluran dana FLPP ini melibatkan sejumlah kalangan perbankan, terutama bank nasional dan daerah, dengan sistem perjanjian kerjasama operasional (PKO) selama masa kerja satu tahun, yakni 1 Januari hingga 31 Desember untuk setiap tahunnya. Bank Sumut adalah salah satu bank daerah yang dipercaya Kemenpera untuk menyalurkan dana ini dengan ketetapan suku bunga sekitar 8,15%.
Belakangan, saat Suharso Monoarfa mengundurkan diri dan digantikan oleh Djan Farids, PKO tersendat-sendat karena Djan Farids mengeluarkan kebijakan yang aneh, yakni mendesak kalangan perbankan untuk menerapkan suku bunga rendah dalam pelaksanaan FLPP tahun anggaran 2012, yakni sebesar 5%.
Karena situasi itulah, Muhamad Jhoni sangat berharap agar ada audit terhadap pelaksanaan FLPP itu. Apalagi pihaknya menemukan beberapa fakta kalau pengucuran dana FLPP itu banyak yang tidak menemui sasaran yang tepat. Hal itu terjadi, kata Jhoni, karena kebanyakan orang miskin tidak bisa menggunakan skim KPR ala FLPP.
Banyak orang miskin, ujar Jhoni, yang tidak bankable atau memenuhi syarat perbankan, sehingga tidak bisa mendapatkan skim tersebut. Saat ditanya apa saja yang bisa diaudit oleh pihak berwenang dalam FLPP itu, Jhoni mengatakan evaluasi bisa menyangkut kinerja, yang dilakukan bersamaan dengan audit finansial, legal, dan kebijakan.
Jika audit sudah dilaksanakan, Jhoni yakin di masa depan pelaksanaan FLPP bisa lebih tepat sasaran, pro-poor, dan bisa mencegah hal-hal yang merugikan negara.
“Karena FLPP itukan duit rakyat, yang diletakkan pemerintah di anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN ke dalam anggaran Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera),” tegas Muhamad Jhoni SH.