Membeli Apartemen Sepaket PPPSRS

Setakat heboh kisruh rumah susun, pernah diwartakan Pemerintah Kota Jakarta Selatan akan mendata apartemen dan rumah susun. Aneh? Ya, seakan otoritas kota abai data dan asing dengan pengendalian hunian vertikal itu. Apakah otoritas kota tidak berwenang mengurusi penghunian vertikal sehingga beresiko merebak beragam patologi sosial.

Idemditto, tak perlu heran tatkala konsumen membuat janji sepakat membeli unit apartemen atau satuan rumah susun (sarusun) dan membayar “tanda jadi” pemesanan unit, pembeli tak terlalu peduli ikhwal pengelolaan paska penyerahan. Padahal, membeli unit sarusun setarikan nafas konsumen berhak atas PPPSRS (perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun). Mirip seperti konsumen membeli mobil baru, pabrikan melalui agen tunggal penjulan mobil (ATPM) diberi izin jika sediakan pelayanan purna jual servis mobil.

Kerap kali, keputusan membeli mobil ditimbang pelayanan purna jual dan servis terjamin. Begitu korelasi jual beli sarusun dengan PPPSRS. Apa bedanya dengan Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT)? Sabar sebentar, diujung naskah akan ada jawaban.

Kua-normatif, PPPSRS suatu institusi yang dibentuk seluruh pemilik dan penghuni rumah sasusun yang mengelola rumah susun. Walau tidak diiklankan, membeli unit sarusun atau apartemen itu sebenarnya sepaket dengan PPPSRS. Mengapa? Karena institusi itu diwajibkan mengelola Kepemilikan Bersama: benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama.

Sebagai produsen, pelaku pembangunan terikat dengan prinsip product liability, yang menjamin konsumen menerima dan menikmati sarusun sesuai klausula dan mutu. Termasuk tanggungjawab penyerahan juridis (juridish levering) dan terbitnya sertifikat kepemilikan sarusun. Demikian pula terbentuk (dan disahkannya) badan hukum PPPSRS, produsen wajib memfasilitasi pembentukannya. Jadi, bukan kewajiban pemerintah memfasilitasi pembentukan PPPSRS, karena bukan lingkup pengaturan UU Rumah Susun (Rusun).

Mengapa perlu PPPSRS? Karena rumah susun atau apartemen berbeda dengan rumah tapak (landed house). Kua juridis, rumah susun atau apartemen mempunyai unit sarusun sebagai kepemilikan tunggal dan aset Kepemilikan Bersama (common properti; mede eigendom; parties commonies). Kua teknis, rumah susun atau apartemen merupakan bagunan beresiko tinggi (hight risk building). Logis jika UU Rusun mewajibkan persyaratan administratif, teknis, dan ekologis [vide Pasal 24]. Bahkan diwajibkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF).

Selain itu, rumah susun atau apartemen memiliki kerumitan yang tinggi dengan treatment teknis yang jamak. Tidak bisa amatiran, karena menyangkut keselamatan jiwa orang. Tepat jika UU Rusun mewajibkan PPPSRS mengelola Kepemilikan Bersama dan menjaga kepentingan seluruh pemilik. Untuk tugas itu, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola. Mestinya PPPSRS tidak sekadar “dapat” membentuk atau menunjuk badan pengelola, karena PPPSRS tidak dirancang untuk mengelola teknis-operasional yang rumit dan memerlukan ijin operasional. Ijtihatnya, PPPSRS “wajib” membentuk atau menunjuk badan pengelola, agar PPPSRS efektif menjalankan kewajiban. Tamsilnya, seperti wajib sholat, maka wajib diikuti dengan berwudhuk. Bukan “dapat” berwudhuk.

Alasan lain, banyak persyaratan dan perijinan yang hanya bisa diperoleh badan pengelola, bukan PPPSRS, misalnya kewajiban pengelola atas Ijin Usaha Pengelolaan Listrik (IUPL) karena pengelola yang menyalurkan tenaga listrik ke tiap-tiap sarusun dari instalasi penampungan.

UU Rusun tegas mengatur lingkup pengelolaan melalui PPPSRS, sama sekali tidak mengatur “penghunian”. Walau ada menyusup sepotong kata “penghunian” dalam Pasal 75 ayat (3) UU Rusun. Pembentukan RW/RT adalah domein kependudukan yang merupakan ihawal penghunian.

Penulis mengaudit UU Rusun, yang ada BAB Pengelolaan tidak ada BAB Penghunian. Pengaturan penghunian itu lingkup urusan kependudukan dan administrasi pemerintahan. Itu domein pelayanan publik, seperti Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk (KTP), termasuk pengawasan warga. Sementara PPPSRS sebagai badan hukum perdata biasa, merupakan domein perdata untuk urusan pengelolaan apartemen.

Anehya, otoritas kota baru baru berniat membentuk RT/RW setelah hiruk pikuk berita. Jangan salahkan warga dan pengelola, pemerintah segerakan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan pemerintah (PP) yang diamanatkan UU Rusun sejak 2011. Hallow Jakarta?

Leave a Reply