In Memoriam Adi Sasono: “Senyum Lugas Dibalik Gebrak Adi”

Terus terang patik terpengaruh akut kepadanya. Terpengaruh semenjak lama dengan geliat pikiran Adi Sasono semenjak mahasiswa. Semakin menjadi-jadi setakat bertemu tatap muka pertama kali kala mengikuti training formal “Pusdiklat Nasional” PB HMI masa Ketua Umum Fery Mursyidan Baldan. Setidaknya patik sendiri klop dengan pikirannya, seperti benih bertemu lahan gemburnya.

Saya percaya ikhwal klop kimiawi pikiran itu idemditto melanda Alwi Hasibuan, M.Ichsan Loulembah, Umar Husein, Haslinda Hamdu (almahumah), yang saat itu ikut sebagai peserta Pusdikat Nasional pimpinan HMI yang setara advance training alias Latihan Kader III itu, diwasiati ajakan pemihakan kaum dhuafa yang abai akses kesejahteraan. HMI adalah tempat subur membenihkan harapan itu.

Usai ber-HMI, benih semangat dan dukungan Mas Adi Sasono begitu konkrit dan mencerahkan saat saya bergiat advokasi buruh Medan tahun 1992-an, kelompok yang termarginalkan akibat relasi sosial-ekonomi tak seimbang.

Kala itu LAAI, Lembaga Advokasi Anak Indonesia, yang bermarkas di Medan dibawah pimpinan bang Maiyasyak Johan, senior dan guruku dalam banyak hal, menjadi bagian utama ikhtiar pembelaan buruh.

Era itu hampir tiada hari tanpa unjuk rasa buruh mulai kawasan industri jamak pabrik di area Medan Belawan juga kawasan serupa di area Tanjung Morawa. Kantor LAAI tiap hari dipenuhi buruh yang mengadu dan memberikan kuasa, penuh lantai 1 dan 2 sampai 3. Termasuk kasus tewasnya buruh Rusli, yang bekerja di perusahaan industri karet diuber hingga ditemukan jasatnya di sungai Deli. Soal ini seniorku bang Riza Fakhrumi Tahir yang jurnalis Mimbar Umum Medan acap mewartakan pro buruh mendukung.advokasi LAAI, dan kawanku Muzakhir Rida yang saat itu Ketum HMI Badko Sumut bisa menjelaskan dan menyempurnakan noktah sejarah ini.

Riuh gejolak buruh Medan itu penuh catatan dramatis dan denyut tumbuh kembang dinamika perjuangan pro rakyat yang membekas sampai sekarang. Menjadi pragmen yang tak terlupakan dan menjadi logical and hert framing bagiku dalam memahami detak advokasi. Yang berguna dalam membedah kasus hukum, isu struktural hukum dalam menggiatkan jurus kuantum litigasi. Yang tak ditemui dalam abc materi kurikulum sekolah hukum.

Lama tak bertemu setelah era pra reformasi itu, sampai Mas Adi memimpin Kementerian Koperasi.

Menarik pula dicatatkan tatkala bertemu lagi Mas Adi di kantornya di kawasan Menteng. Kali ini soal gerakan koperasi. Ceritanya ketika itu ada soal hukum terkait kepengurusan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Beliau menjabat ketuanya. Saya diundang sebagai advokat untuk memberi pendapat.

Lepas dari soal hukumnya, respek saya makin menjulang karena Mas Adi terbukti pemimpin yang arif bijaksana dan demokrat sejati. Beberapa masa kemudian saya mendengar beliau legowo tak lagi hendak berlama-lama memimpin Dekopin. Komitmennya tulen dalam hal ikhwal merawat demokrasi dan kaderisasi.

Pertengahan tahun 2014 bertemu lagi dengan Mas Adi Sasono dengan lapangan yang berbeda. Kali ini ikhwal perumahan rakyat, tema yang masih lekat erat dengan masyarakat bawah.

Bertempat di resto sederhana Pulau Dua, Senayan, Jakarta, beliau didaulat memberi pidato dalam diskusi perumahan rakyat yang digelar The Housing and Urban Development (HUD) Institute dibawah pimpinan bang Zulfi Syarif Koto, alumni ITB dan mantan Deputi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat masa Menteri Mohammad Yusuf Asy’ari.

Saya sendiri yang kini tercebur aktif sebagai pengurus HUD Institute (dan belajar banyak dari bang Zulfi Koto, yang sama-sama anak Medan), kala itu diminta memaparkan aspek hukum perumahan rakyat bagi kaum yang disebut masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pada forum itu Mas Adi Sasono berpidato lugas ringkas dan sangat menggelorakan batinku lagi.

Saya ingat betul beliau menggemakan pentingnya kepercayaan rakyat termasuk MBR. Mengutip ajaran confusius, Mas Adi menuturkan opini ideologisnya. Katanya, jika ada 3 (tiga) pilihan sulit bagi pemimpin negara, yakni kekurangan beras, ketiadaan senjata dan kepercayaan rakyat, apakah dua hal penting yang bisa ditunda?

Saya ingat betul, Mas Adi mengingatkan bahwa kebutuhan beras bisa ditunda, pun demikian kebutuhan akan senjata idemditto bisa ditunda, namun tidak untuk kepercayaan rakyat.Tak bisa ditunda! Mengapa? Katanya, tanpa kepercayaan rakyat tidak bisa membangun Negara. Kebalikannya, dengan kepercayaan rakyat maka pemimpin dapat segera membuka lahan berjuta hektar dan bergiat menanamkan padi. Soal yang sangat teknis dan programatis.

Postulatnya, dengan berbekal kepercayaan rakyat, perkakas negara bisa membuat dan membeli senjata. Namun kendati negeri kaya raya dengan bahan pangan beras dan gudang senjata penuh, tetapi tanpa kepercayaan rakyat, beliau haqqul yakin bahwa negara akan melemah. Sangat membekas bagiku ajakan beliau itu.

Membenihkan kepercayaan rakyat itu yang menurut saya menjadi argumen mengapa beliau mengkonkritkan pemihakan kaum marginal, memberdayakan ekonomi rakyat, mendaulatkan rakyat atas negara.

Selain pikiran dan gebrakannya, sosok Mas Adi Sasono yang akrab dengan aktifis semakin memagnit, tersebab pembawaannya yang rendah hati, kalem, murah senyum dengan gaya bertuturnya yang runtut sistematis berikut dialeknya yang khas. Pun.semakin memesona karena lugas dan tegas dalam bersikap. Sikapnya yang lugas tegas itu, pernah dijuluki sebuah media asing sebagai “the most dengerous man” in Indonesia atau in Asia, saya lupa. Itu lebih karena sikap tegas lugas Mas Adi membela wong cilik.

Selamat jalan menemui Ilahi Rabbi duhai Mas Adi. Berbahagia sejati lagi abadi bertemu Tuhan Ya Malik. Aku belajar banyak hal ikhwal keutamaan pikiran, tindakan dan lompatan besar kebijakan ala Mas Adi. Gebrakan Adi.

Leave a Reply