Memutasi Serikat Pekerja, Pikir Lagi!
Lemah selalu kalah, itu pandangan lumrah. Pun demikian, lumrah belum tentu benar! Begitulah memahami logika hukum. Setidaknya itu yang hendak diwartakan media online berita satu.com yang mengambil tajuk, “Dimutasi Lantaran Mengkritik, Serikat Pekerja Laporkan Pimpinan Surveyor”.
Dalam praktek, tak banyak yang tangguh melawan kekuasaan perusahaan. Namun tidak pengurus dan pegawai PT Surveyor Indonesia (Persero). Serikat Pegawai perusahaan BUMN itu justru kebalikannya. SPASI, Serikat Pegawai Surveyor Indonesia, menjadi fenomena hukum yang mencerahkan.
Diwartakan berita satu.com, akibat mengkritik terkait dugaan korupsi pimpinan perusahaan, Pengurus Serikat Pekerja Surveyor Indonesia, dimutasi dan didemosi. Tak terima itu, pengurus SPASI melaporkan Direktur Utama PT Surveyor Indonesia, Muhammad Arief Zainuddin, ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Soalnya? Pimpinan perusahaan telah menghalangi serikat pekerja untuk kritis terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi. Kuasa hukum SPASI, Muhammad Joni menuturkan, “Setelah mengkritik, beberapa pengurus dimutasi dan didemosi.
Karena itu, kami laporkan perkara (mutasi dan demosi) tersebut ke Polda Metro Jaya, 22 Juli 2013. Diduga kuat, keputusan mutasi dan demosi para pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu berkaitan dengan kritikan dan penolakan merger PT Surveyor Indonesia dengan PT Sucofindo dan adanya pengusutan kasus korupsi PT Surveyor Indonesia oleh Kejati DKI Jakarta.
Sebelum itu, SPASI juga telah melaporkan dugaan tindak pidana gratifikasi yang dilakukan pimpinan PT Surveyor Indonesia, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua SPASI, Irman Bustaman, mengatakan pihaknya telah melaporkan pimpinan PT Surveyor Indonesia, lantaran mutasi yang dilakukan diduga telah melanggar Undang-undang serikat pekerja.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : TBL/2497/VII/2013/PMJ/Ditreskrimsus tertanggal 22 Juli 2013, Pengurus Serikat Pekerja Surveyor Indonesia melaporkan Arief lantaran diduga melanggar Pasal 28 huruf (a) juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang serikat kerja.
Pasal 28 UU Nomor 21/2000 yang berbunyi “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara : (a) melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; (b) tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; (c) melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; (d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Sanksi pidana atas pelanggaran Pasal 28 UU No. 21/2000 diatur dalam Pasal 43 ayat (1) “Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)’, ayat (2) “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan”.
“Kami melengkapi bukti laporan dengan menyertakan surat somasi dan surat jawaban somasi dari Dirut PT Surveyor Indonesia, serta surat pengurus yang dimutasi,” tandas Irman.