PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Menteri Paspor Asing Urus Hak Menguasai Negara?

Ironi juridis konstitusional menjelang 71 tahun Kemerdekaan Indonesia, tersulut kisah Archandra Tahar, yang hanya 21 hari menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Tersebab memegang paspor USA, Tahar diberhentikan dengan hormat. Walau 21 hari, beragam implikasi hukumnya.

Konon efektif sejak 16 Agustus 2016 seperti sempat dijelaskan menteri sekretaris negara kepada media. Koq begitu?

Timbul jamak soal hukum, tak hanya isu UU Kewarganegaraan, UU Kementerian Negara, UU Keimigrasian. Namun mendera pula keabsahan/validitas (validity)  kebijakan dan keputusan yang diambil Tahar, apakah sah atau batal karena dibuat pejabat yang memiliki sebab yang vis a vis syarat kualitas WNI sebagai Menteri.

Merujuk UU Kementerian Negara, syarat menjadi Menteri adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Jika memiliki paspor asing, menurut Pasal 23 UU Kewarganegaraan maka WNI kehilangan kewarganegaraannya. Lantas? Tidak ada sebab halal menjadi Menteri.

Akankah subjek yang kua formil diangkat menjadi pejabat yang tak memenuhi syarat UU Kementerian Negara, apakah keputusannya mempunyai  validitas? Adakah alasan pembenaran kebijakan Tahar dalam kualitas tindakan Pemerintah sebagai organ Negara?

Dengan kata lain, Tahar yang kala itu sudah pemegang paspor USA dan kua formil sudah terlantik menjabat Menteri ESDM, apakah kebijakan dan keputusan yang diterbitkannya (meminjam pendapat Prof.Mr. Djokosoetono, guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia)   memiliki the bases of authority yang berarti sandaran atau dasar kewibawaan negara (de grondslag van het gezag). Yang menjadi pembenaran tindakan atau penghalalan dari negara (de rechtvaardiging van de staat)?

Hemat saya, kendati kua formil sudah dikeluarkan keputusan bahkan regulasi atau norma hukum tal hanya mesti memiliki daya berlaku (efficacy) namun tidak memiliki validity karena tak sesuai UU Kementerian Negara. Acapkali norma yang tidak mengandung validity terbit sebagai norma formil yang seakan-akan diakui hukum sebagai norma.

Ikhwal alasan penghalalan daripada  negara itu suatu yang faktoral atau anasir dalam membuat keputusan dan norma sebagai hukum publik. Alasan penghalalan itu yang membedakan hukum publik dengan hukum privat, seperti perjanjian (kontrak) yang tak mengandung faktor alasan penghalalan daripada negara tadi.

Tersebab itu, pun dalam persepektif hukum privat saja, tanpa sebab yang halal apalagi sekaligus tidak dibuat oleh subjek berwenang atau tidak cakap karena tidak memenuhi syarat, maka perjanjian batal demi hukum.

Menteri Paspor Asing Urus Hak Menguasai Negara?

Dalam hal kebijakan dan keputusan yang notabene hukum publik dibuat oleh subjek pejabat tidak dalam kapasitasnya maka tidak memiliki validity. Bisa saja  dianggap memiliki keberlakuan (efficacy) namun kehilangan validity.

Jika menilik penjelasan Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang sempat menjelaskan pemberhentian Archandra efektif mulai Selasa 16 Agustus 2016, patut diuji validitasnya secara hukum. Artinya, keputusan yang dibuat Tahar yang tidak memiliki kapasitas syarat WNI sebagai Menteri, maka putusannya juga batal karena tidak memiliki validity dan the bases of authority. Itu soal yang pertama.

Soal kedua berkenaan dengan kebijakan Tahar ikhwal ESDM. Pembaca mafhum bahwa ESDM identik dengan Hak  Menguasai Negara (HMN). Yang diperintahkan konstitusi Pasal 33 UUD 1945 untuk dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, kebijakan dan keputusannya mesti mengacu dalil HMN.

Apa dalil HMN itu? Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki pendapat yang menjadi  landmark court decisions  ikhwal HMN untuk mendefenisikan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” itu bukan hanya membuat regulasi (regelendaad), namun mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad).

Tersebab itu ada soal substantif juridis konstitusional mengapa ikhwal HMN yang mesti dikawal Negara melalui Pemerintah, maka Menteri mesti  WNI.Malah mesti sangat nasionalis tulen.

Jangan ambil resiko konstitusional, sebab  Menteri ESDM  bertemali erat dengan HMN yang identik dengan ikhtiar sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan asing.  Akankah itu pertanda ada tarik menarik akut mengenai pengelolaan portopolio ESDM dalam penunjukan Archandra Tahar? Entahlah!

Yang pasti ESDM Indonesia, pun semenjak pra kemerdekaan acap menjadi inceran. Tugas Presiden memastikan efektifnya Menteri ESDM mengawal HMN untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itu amanat konstitusi. Tak hanya jadi pembelajaran berharga belaka seperti headline koran terbesar di Jakarta. Sumber

[Muhammad Joni-Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia]

Leave a Reply