Merah Jingga Interaktif … (16)
…Smiling Eyes
Kembali kepada perempuan berparas Turki.
Lupakan dulu Lawyer-Barista yang berjuang menolak jadi fosil, yang mengalami drama poros bumi berhenti berputar, dan sibuk memperdebatkannya.
Biarkan mereka menyadari kecantikan lebih dahsyat dari tenaga senjata, seperti peran Suha Daoud Tawil kepada Yasser Arafat dalam perjuangan Palestina. Selintas bisik halus perempuan di daun telinga orang berkuasa bisa membuat perang panjang, pun menghentikannya seketika. Membuka meja perdamaian dan mengusiknya. Bisikan perempuan Hawa membuat Adam keluar dari surga.
Pun, bening biru bola mata perempuan Turki itu terlihat tersenyum, mata yang tersenyum: Smiling Eyes! Aduhai rasanya melihat perempuan berparas cantik plus atraksi Smiling Eyes-nya. Yang saat bibirnya tersenyum, matanya ikut melengkung seperti bulan sabit, mata yang sedikit terpejam, matanya ikut tersenyum. Seakan sosok artis Turki Berguzal Korel mendatangi kedai kopi ‘Sangg’. Jangan-jangan dia titisan, masih keturunan Haseki Hurrem, yang dalam literatur barat disebut perempuan berdarah Russia yang diperisteri Sulayman al Kanuni dari kesultanan Ottoman?
Semua perempuan menghendaki dijatuhi takdir bola mata yang tersenyum. Walau lelaku Smiling Eyes bisa diperoleh dengan latihan. Entahlah, apakah artis-artis cantik papan atas di Turki seperti Sangel Oden, Solen Seyder, Berguzar Korel, Hazal Kaya, Tuba Buyukustun, mempunyai Smiling Eyes yang genetis atau karena rajin melakukan latihan?
Majelis pembaca. Sekali lagi, tahukah anda karakter perempuan berparas Turki? Kiranya dia berwajah cantik yang khas, sepasang matanya indah. Kulitnya bersih, mulus putih mengelepak, dengan bulu-bulu roma halus yang menjuntai sedikit.
Wajahnya tirus dan agak jenjang, dengan bola matanya yang biru berbinar-binar, seperti permata ditanamkan sempurna, lentik bulu mata ikut melenggok bergerak-gerak setakat menoleh dan berkedip, seperti lambaian nyiur di pesisir negeri bahari.
Tatapannya teduh walau daya tarik tenaganya kuat memagnit, sepertinya pedang sang samurai pun bisa layu, lunglai terkulai. Jika anda menemukan perempuan Turki, rambut indah menjadi ciri khasnya, itu anasir paling menyempurnakan ciri-ciri perempuan Turki. Satu lagi, tentu saja hawa tubuhnya wangi.
Hawa wangi parfum perempuan Turki itu menyeruak, entah dari parasnya yang jelita atau dari lekuk hatinya yang mewangi. Silakan menduga-duga, apakah hawa harum dari perempuan berparas Turki itu dari parfum merek ‘Hadhara’, atau merek ‘Oud’ buatan Aigner? Sepertinya, semerbak wangi itu adalah parfum merek ‘Hadhara’ tanpa alkohol dengan karakter wangi yang kuat, tegas yang khas namun wangi itu menenangkan, tak terlalu menggelegak dalam rongga penciuman.
Alegorinya, seperti perpaduan aroma yang lugas dan penuh kasih yang membelaikan kedamaian. Kalau ibarat warna, aroma ‘Hadhara’ itu tidak terlalu merah namun tidak pula kuning, pas sebagai merah jingga. Menghirupnya, pikiran bisa mengawang.
Pikiran yang terbang mengawang-awang memang acap kali mendaratkan jawaban yang menduga-duga. Namun, defenisi paras jelita itu tak bisa diperdebatkan. Pun demikian sensasi harum wangi tak bisa didustakan. Keduanya, jelita dan wangi memang absolut bersifat universal.
Mengapa pula perempuan cantik berparas Turki itu datang sendirian ke kedai kopi ‘Sangg’? Keajaiban apa yang terjadi di tanda (batas) senja barusan di langit Senen? Doa siapa yang melantun naik kala pintu lagit terbuka? Dzikir siapa yang membahana kala merah jingga berkuasa atas zat cinta?
Datang begitu saja sekan hendak merawat Awan Udang Galah yang tertombak senja, membawa obat penawar dengan menebar pesona, dengan seulas senyum santunnya, berbicara kepada pelayan kedai, dan sejurus dia pun fasih memesan kopi specialty Gayo Long Berry, seperti sudah menjadi kebiasaannya. Pilihan sadarnya. Seperti matanya yang tersenyum.