Merah Jingga Interaktif … (7)
Kembali ke sofa serambi kedai kopi ‘Sangg’. Hastouki selesai survey cepat, dipetiknya asumsi sementara, statusnya Ad Interim, tersimpan dalam file imajinernya.
Di sofa otaknya makin encer, dikenyangkan diamnya dengan secangkir kopi, menambang inspirasi. Ditulisnya kata-kata dan kalimat.
“Inspirasi itu abadi, diikuti dan membuat sejarahnya sendiri”,
Dan tersebab itu, Hastouki bermaksud tak berlama-lama rapat dengan Baihaqi jika nihil inspirasi.
“Kata-kata bertenaga lahir dari serumpun imajinasi”,
“Sejarah-sejarah besar lahir dari penambang inspirasi. Kata-kata bermetamorfosa menjadi karya”, dia menulis masih dalam diam.
Hastouki mengambil nafas panjang di sofa pojok yang nyaman. Diliriknya tempat duduk yang ditinggal 10 menit lalu kini terisi, dikuasai serombong pelanggan yang datang demi kopi ‘Sangg’.
Hitungan 10 menit kedua, ‘Sangg’ lebih ramai lagi. Alhamdulillah. Pantang silap, kursi lesap. Walau itu berkah yang diharap. Berkah @’Sangg’ TOD Senen.
Hatinya riang, bersyukur adalah hati yang berpesta-pesta, seperti dikerubungi dewi cinta. Dari utak atik karakter-huruf namanya, Hastouki adalah hal ikhwal cinta. Huruf-huruf “H.A.S.T.O.U.K.I” sama persis dengan “H.A.T.S.U.K.O.I”, terjemahan arti kata hatsukoi (はつこい). Dalam kamus Jepang-Indonesia hatsukoi artinya cinta pertama (hatsugoi).
Ini tambahan informasi, Hatsukoi diambil jadi judul film romantis Jepang, disutradarai Tetsuo Shinohara, rilis tahun 2000, pemainnya Rena Tanaka, Hiroyuki Sanada, Mieko Harada, dan Mitsuru Hirata, dalam versi asing diberi judul First Love. Harsukoi film terbaik ketiga pada Festival Film Yokohama ke-22, Rena Tanaka dan Mieko Harada telah dinominasikan untuk Aktris Terbaik dan Aktris Pendukung Terbaik masing-masing dalam Penghargaan Akademi Jepang 2001.
Hastouki sedang Hatsukoi? Mungkin kepada profesi dan kedai kopinya. Sudut bola matanya tak bisa diam, rekaman matanya belum kenyang, kali ini menyapu kilas pandangan suasana kedai.
Di sebelah kiri bagian dalam memojok, duduk di sofa lebar, persis di bawah lampu klasik bersinar, seorang anak muda masih berpakaian rapi sibuk dengan jemarinya, satu tangannya menggengam smartphone.
Nyaris separoh isi cangkir sudah disesapnya. Hanya kentang panggang merek kemasan Ana’anA yang mendampingi kopi, tanpa kepul-kepul asap rokok. Manajemen ‘Sangg’ terikat kontrak dengan pemilik merek Ana’anA asal Medan, Ika Marina Pohan.
Kafein kandungan kopi memang membangkitkan semangat. Beda dengan asap rokok yang adiktif, 4.000an zat kimia beracun, puluhan zat karsinogenik penyebab kanker, kejam menyesakkan dada, pun kelakuan menikam-nikam nyawa perokok pasif sekitarnya.
Hastouki orang yang disiplin, pekerja profesional yang cerdas, pencari-cari berkah. Makin cerdas dan keren karena tidak merokok, walau dia menyukai kopi Gayo Long Berry tanpa gula, sesekali gula merah, lebih disukainya meracik kopi sendiri, ada penghayatan, letupan kegembiraan, dan seni. Seperti membuat syair.
Pengunjung kedai tambah ramai. Duduk di sofa, bercakap-cakap, ada yang sendirian, ada yang berkawan-kawan, memesan kopi, menyesapnya, menghirup aromanya, masuk ke rongga mulut, body rasa kopi meletup, kelat dan pahitnya memimbulkan manis di panggal lidah, glek.., glek…, menelusup ke batang tenggorokan, terus ke dinding usus, meliuk masuk ke lambung, aliran hangatnya menghantam angin perut yang tersekat, mengeliatkan sumber tenaga, kafeinnya memancutkan enzim bahagia, terlihat dari wajah-wajah mereka, angin tersekat keluar tak terendus, kalah dengan aroma kopi.
Ramai. Maklum hari gajian.
Riuh. Maklum melepas jenuh.
Ada yang diam, asyik dengan diri sendiri.
Sulit menduga apakah pengunjung itu sedang menenangkan diri atau masih ‘On’ bekerja dengan perkakas pintar digenggamannya, dari alat itu akses data bisa dari ujung jari-jarinya.
Jangan hiraukan, biarkan dikuasai frekuensi happy coffee, mengalokasikan ‘Me-Time’, itu saat tepat melipat penat.
Ada aturan tak tertulis manajemen ‘Sangg’, pegawai dan pun manager kedai kopi ‘Sangg’ tak boleh berkelakuan ‘SKSD’, sok kenal sok dekat, jangan soor mau tahu urusan tamu, kecuali hanya senyum sepaket dengan salam hangat yang standar, menjaga norma kesantunan, menyajikan kenyamanan hommy.
Yang datang ke kedai kopi ‘Sangg’ sangat heterogen. Tak bisa dipastikan dia datang karena kopinya, suasananya atau karena senyum manis yang ditampilkan pelayan.
Hastouki acap mewanti-wanti, jamak alasan tamu mengunjungi kedai kopi. Jangan menduga-duga apa kesibukan pelanggan. Dia teringat lagi pesannya kepada Ronny, manager ‘Sangg’ TOD Senen.
“Ada yang sengaja mencari sensasi kopi, ada hanya melumat penat, bersenda gurau melepas galau, ada seakan pindah kantor ke sini”,
“Usah campuri! membiarkan kalian lebih disegani, harga kopi itu termasuk kenyaman sofa dan senyum sopan kalian, berapa lamapun pelanggan duduk di situ”, nasihat Hastouki kepada Ronny, saat wawancara akhir sebelum menjadi manager.
Pada kesempatan lain, Hastouki terus memompa seperti menggembleng mahasiswa baru saja, dia tak hendak timnya loyo macam karet kendor.
“Bisa jadi ‘Sangg’ tempat transit, seperti airport bagi maskapai. Maskapai bisa saja pindah transit, isi avtur, dari Changi ke Bangkok, begitu juga kedai kopi”,
“Jangan vonis alasan tamu datang ke sini, kecuali melanggar aturan, merokok misalnya, apalagi zat lebih aniaya dari itu, tak ada toleransi”,
“Ronny yang mengendalikan, seperti pilot in command yang berkuasa atas pesawatnya”.
Itu kata-kata Hastouki tatkala kick off meeting memompa semangat juang pegawai. Ronny sebagai pilot in command itu menjadi bukti Hastouki tidak otoriter, tidak hendak mengatakan ‘Sangg’ adalah milikku, ikuti aturanku, sama sekali bukan. Dia bukan pengikut adagium: ‘Aku adalah Hukum’.
Ronny mengangguk memahami, pegawai yang lain ikut mengerti, kultur itu ditanamkan dan terus dirawat. Memberi kepercayaan dan menariknya menjadi inner, bagian orang dalam adalah kiat psikologi diambilnya dari David J. Lieberman yang diterapkan lembaga penting di USA.
“Saya lawyer, kerap kerja luar kantor, saya mengerti alasan ke kedai kopi”,
“Ketika kalian menengok tamu sibuk dengan smartphone, jangan semberono syak wasangka, menjatuhkan vonis, menudingnya sedang buang masa di sofa”
“Bisa jadi tamu itu tengah transaksi online atau melayani konsultasi penting dari klien utama, di benua seberang sana”, jelas Hastouki lagi.
“Ruang kerja ngantor kini bergeser radikal, egaliter, informal dan terbuka”,
“Kerja bisa di kedai kopi, dalam taksi, di kursi pesawat, di loby hotel atau rest room sekalipun”,
“Tren digital nomad menggejala. Working in every places in the eart, making their world their office”,
“Digital nomad sinonimnya remote worker, bisa bekerja dimanapun asalkan ada jaringan internet yang kuat”.
“Bukan digital nomad pun, tak musti ngantor menerima dan mengirim surel, memberi titah perintah dan membuat laporan”.
“Dalam satu genggaman, belasan bahkan puluhan pesan, disposisi kerja seketika dibaca, segera di ‘OK’ kan, dan diteruskan. Keputusan ‘ambil’, ‘beli’ atau ‘lepas’, bisa dieksekusi via jemari sendiri”, penjelasan Hastouki bertubi-tubi mentransmisikan energi.
“Justru itu peluang, saya lagi berpikir menukarnya menjadi ‘galeri kopi’, bukan kedai kopi ‘Sangg’ lagi”, Hastouki bercanda sekenanya.
Ronny setengah berteriak, “wow, cemerlang! Kita bisa jadikan model bisnis”.
Itulah beberapa hantaman pompa semangat khas Hastouki ketika rapat menebar motifasi.
Kultur bisnis kedai kopi harus kuat, bangga dan bahagia sebagai Barista, disisipinya imajinasi, interaktif, dan memancing reaksi “wow”. Jangan kasi kendor!
Perbanyak anasir ‘wow”, atau “wah”. Itu yang terbayang lagi di kepalanya, tatkala beraksi menularkan motivasi dan emosi Ronny dan pasukannya.
“Pemimpin memimpin dengan kata-kata, dan komunikasi bagian terpenting pekerjaan itu sendiri”, ujar batinnya. Walaupun kata-kata dan komunikasi yang berisi motifasi, berbaur emosi yang menggerakkan, biarkan logika yang membenarkannya.
Malam makin malam.
Kedai kopi itu makin ramai saja.
Aroma seduhan kopi makin menyeruak, mengendus hawanya saja separoh mata langsung cerlang.
Selain cita rasa racikan kopi, kenyamanan dan keramahan jualannya. Itu menjadi alasan mengapa ‘Sangg’ peduli kepada layanan kepuasan prima, kalau pelanggan duduk dari pagi sampai jelang pegawai pulang, tak ada yang berani mengusik kursi-mejanya, itu tahta “kerajaaan”-nya.
Layanan prima adalah promosi paling sebenarnya, bukan gempuran iklan sampai ke bulan. Alokasikan pendapatan untuk wakaf. Sedekah, infak dan zakat sudah pasti. Alokasikan! Bukan sekadar sisihkan. Berkah merah jingga @TOD Senen.
Ya, berkah.
Hastouki percaya itu.
Malah, sangat percaya!
Sangat kuat pengaruhnya, seperti tenaga hatsugoi, cinta pertama.
Ada hatsugoi @Sangg TOD Senen?