MK Batalkan Ketentuan Luas Rumah Minimal

Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur luas lantai rumah minimal 36 meter persegi (M2).”Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan amar putusan di Jakarta, Rabu.

Bunyi lengkap Pasal 22 ayat (3) adalah “Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 meter persegi”. Dalam pertimbangannya, MK menilai Pasal 22 ayat (3) UU 1/2011, yang mengandung norma pembatasan luas lantai rumah tunggal dan rumah deret berukuran paling sedikit 36 M2, merupakan pengaturan yang tidak sesuai dengan pertimbangan keterjangkauan oleh daya beli sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah.

“Implikasi hukum dari ketentuan tersebut berarti melarang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman membangun rumah tunggal atau rumah deret yang ukuran lantainya kurang dari ukuran 36 M2,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim saat membacakan pertimbangan Mahkamah.

Muhammad Alim mengatakan bahwa aturan tersebut berarti telah menutup peluang bagi masyarakat yang daya belinya kurang atau tidak mampu untuk membeli rumah sesuai dengan ukuran minimal tersebut.

“Lagi pula, daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah, antara satu daerah dengan daerah yang lain, adalah tidak sama. Demikian pula harga tanah dan biaya pembangunan rumah di suatu daerah dengan daerah yang lain berbeda. Oleh karena itu menyeragamkan luas ukuran lantai secara nasional tidaklah tepat,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dipertimbangkan di atas adalah salah satu hak asasi manusia yang pemenuhannya tidak semata-mata ditentukan oleh luas ukuran lantai rumah atau tempat tinggal, akan tetapi ditentukan pula oleh banyak faktor, terutama faktor kesyukuran atas karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

“Seandainya rezeki yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa barulah cukup untuk membangun/memiliki rumah yang luas lantainya kurang dari 36 meter persegi, pembentuk Undang-Undang tidak dapat memaksanya membangun demi memiliki rumah yang luas lantainya paling sedikit 36 meter persegi. Sebab, rezeki yang bersangkutan baru mencukupi untuk membangun rumah yang kurang dari ukuran tersebut,” kata Muhammad Alim.

Seperti diketahui, pengujian Pasal 22 ayat (3) dimohonkan oleh Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi).

Apersi menilai Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman telah melakukan pembatasan bagi warga negara untuk memiliki rumah.

Untuk itu, para pemohon meminta Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman ini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. sumber

Leave a Reply