Muhammadiyah Canangkan Kawasan Tanpa Rokok
Muhammadiyah mencanangkan kawasan tanpa rokok (KTR) secara nasional, yang berlaku di seluruh amal usaha, fasilitas, serta forum ormas Islam. Sekolah, perguruan tinggi, unit ekonomi, dan rumah sakit milik Muhammadiyah dinyatakan bebas dari asap rokok sejak kebijakan ini diluncurkan secara resmi pada Senin (14/11).
Menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syafiq A Mughni, lewat KTR Muhammadiyah mengimplementasikan salah satu keputusan muktamar di Yogyakarta pada tahun lalu untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Selain itu, ini adalah wujud pelaksanaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-undang itu menyebutkan, pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya masyarakat. Di antaranya melalui pasal 115 mengenai penerapan kawasan tanpa rokok. Ia mengingatkan, penerapan KTR tidak bertujuan melarang merokok atau budi daya tembakau.
“Kami hanya meminta para perokok dapat menempatkan diri saat berada di fasilitas umum,” kata Syafiq di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta. KTR, imbuh dia, juga melindungi generasi muda dari paparan asap rokok. Dalam konteks ini, Muhammadiyah tidak mau terlibat dalam perdebatan soal hukum merokok.
Hal terpenting, berbuat nyata mencegah meluasnya dampak yang diakibatkan zat adiktif pada rokok. Dengan pertimbangan ini, ia membayangkan KTR menjadi bola salju yang menggelinding dan menjelma sebagai gerakan masif. “Kita tak bisa berdiam diri dari bahaya merokok,” jelas Syafiq.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, Kementerian Kesehatan mengapresiasi terobosan PP Muhammadiyah. Ia memandang ini upaya riil dalam peningkatan mutu kesehatan masyarakat, terutama mencegah meluasnya bahaya akibat rokok.
Ia mengutip data survei, jumlah perokok aktif mencapai 54,1 persen dari total populasi Indonesia. Perokok perempuan jumlahnya lima persen. Sebanyak 43,3 persen mulai menghisap rokok di usia 15-19 tahun. Jumlah perokok remaja meningkat. Tahun 2010 sebanyak 19 persen, padahal di tahun 1995 angkanya hanya tujuh persen. “Kenaikannya hampir tiga kali lipat,” paparnya. Semoga, kata dia, inisiatif Muhammadiyah berdampak besar bagi peningkatan kesehatan masyarakat.