Nyalakan Lilin, Bela Siapa?
Tak ada yang luar biasa dari putusan Ahok. Sudah bisa diprediksi semenjak dini perkara masuk registrasi.
Mengapa bung? Dalam khazanah penegakan hukum nasional, tak ada kesenjangan (disparitas) dalam berbagai putusan (maupun pertimbangan hukum) dalam perkara penistaan agama. Sedikitnya, ada 3 (tiga) catatan lepas dan alakadarnya yang terbit dari patik menjelang batas malam tiba.
PERTAMA: Perkara Penistaan Agama di Indonesia sudah ada pakem putusan (landmark decision)-nya.
KEDUA: Perkara Penistaan Agama di Indonesia sudah ada Edaran MA perihal acuan penjatuhan kadar tinggi sanksi pidananya.
KETIGA: Pakem norma dan putusan Penistaan Agama bukanlah lagi menjadi wilayah debat dan opini subyektif lagi. Apalagi reproduksi opini terbeli.
Soalnya bukan lagi menyoal hal ikhwal legalitas hukumnya, tetapi bagaimana ketabahan publik, terutama penegak hukum dalam mempertahankannya.
Dan, mempertanyakan masih adakah harapan kedewasaan dari kotak penolak agar segera “muf-on” menerimanya sebagai justisia. Masihkah dianggap penjaga bhinneka tunggal ika jika laten intoleran kepada penghinaan (putusan) peradilan?
Dititik itu, makin penting menunjukkan dengan terbuka ke arah mana pemihakan kita, dan mengapa kita terbuka “angkat pena” dan rajin luncurkan cyber opinium merawat pakem Pasal 156a. Demi menjaga hukum dan merawat Indonesia.
Kalau dalam negara hukum Panglimanya adalah hukum saja, dan membela tegaknya hukum kepada siapa saja tanpa bedakan siapa dianya, adalah watak asli hukum yang tegas pakemnya, ahaaaa, sebenarnya nyalakan lilin membela hukum atau orang yang terkena?
Tuan dan puan pembaca, ini sebiji pertanyaan dari hati yang “berlari” malam-malam: Nyalakan lilin membela apa?