Perintah Halal yang Indah di Angkasa 33 Ribu Kaki
Berkaos lancang kuning. Melalak pergi mengantar istri Ina Aie Tanamas ke kedai buah berwarna kuning-hijau, saya seperti ‘Iron Man’.
Siapa tak doyan makan buah? Tiap manusia butuh makan. Hasrat makan itu bersifat universal. Makan itu kodrat manusia. Manusia itu hanif: cenderung kepada yang baik-baik. Buah didefenisikan hasil, berhasil, penghasilan. Bermanfaat. Fruitful! Wah! Lebih dan lebih wah lagi: buah yang berbuah!
Kita manusia. Yang built-in dengan hasrat makan yang baik (toyyib). Negasinya, bukan kodrat aseli manusia makan buruk, saling makan sesama, seperti tabiat sebagian predator hewan pemangsa. Sekali lagi, tabiat aseli manusia itu memakan yang baik dan elok, seperti buah-buahan.
Manusia tak makan batu bara, semen, besi, menara, jalan tol, kertas, kertas suara, satelit buatan, sepeda, perahu, pesawat, perang, mesin perang, rambu jalan, perjalanan. Perut dan gigi serta hati kita –Human Being– tak terbuat dari besi. Manusia bukan ‘Iron-Man Being’.
Artinya? Walau hasrat makan itu insaniawi, namun tubuh butuh pembatasan. Itu logika mengapa ada larangan. Halal itu perintah. Haram itu larangan alias lakukan jangan!
Jika tidak? Perut menjadi sumber celaka ragawi, jiwa diri, bahkan ruhani. Analog dengan titah teori klasik kedokteran bahwa: perut sumber dan kausal banyak penyakit. Pun, perut gudang penyakit, berpuasa adalah obat. (Hadist Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim). Begitu ijtihat saya membangun basis konstruksi hukum formal memakan yang halal dan baik.
Memakan makanan yang baik –yang berarti bukan makanan buruk dan merusak badan juga akal– itu dalil yang benar. Merusak itu kejahatan universal. Itu dalil yang universal. Logis dan rasional.
Sebab itu, sahih apabila diamanah-perintahkan memakan makanan halal dan baik kepada manusia. Dan, itu perintah untuk kebaikan manusia. Perintah yang bagi saya patut disyukurkan. Bukan memberatkan. Ajakan menjadi Fruitful Man!
A-Contrario (sebaliknya), disebabkan perintah itu bunyinya untuk manusia, apabila menggunakan perkakas ilmu penafsiran hukum yang sederhana, maka perintah (itu) bukan hanya untuk umat beragama Islam. Manfaat mondial dan surplus berkahnya pasti!
Nun, lihat-lah fenomena mondial halal food or meals merambat ke zona langit. Di angkasa 33 ribu kaki, penumpang maskapai pesawat komersial pun bisa memesan Halal Meals, bahkan 48 jam sebelum melalak, menjelajahi perjalanan jauh (pre order) antar benua. Menjadi pilihan menu dan items layanan tersedia –yang jauh dari beban dan tak merugikan maskapai dagang.
Tercatat, Halal In-Flight Meals ada di jamak maskapai airlines. Bahkan dengan level kemajuan yang menakjubkan.
Berikut ini data Halal In-Flight Meals merujuk situs alternatives airlines.com. Termasuk kelas mana maskapai Garuda Indonesia Airlines?
– Fully Certified (seperti: Emirates, Japan Airlines, Delta, Biman Bangladesh, Lion Air, South African Airlines, Kenya Airways).
– All (standard) Meals are Halal (seperti: Garuda Indonesia, Egyp Air, Etihad, Gulf Air, Iran Air, Kuwait Airways, Malaysia Airlines, Oman Air, Qatar Airways, Royal Brunei, Royal Jordania, Royal Air Maroc, Pakistan International Airlines, Saudi Arabian Airlines, Shaheen Air).
– Not Certified (seperti: Bangkok Airways, British Airways,
Cathay Pacific, Jet Airways, KLM, Korean Airlines, Singapore Airlines, Surinam Airways, Swiss Airlines, Thai Airlines, Vietnam Airlines, Virgin Atlantic).
**
Isnin pagi, 7-3-2022 kami mengkaji the Greatness of Great Food/Meals bersama jamaah asosiatif Alimbas TV dengan Host Abah Hadhy Priyono dan narasumber tetap/founder The Greatness Indonesia: Dr. Legisan S. Samtafsir. Saya tergelitik dan terpantik-pantik akan kayaraya ingredient makna Surah al Baqorah (2) Ayat 168. Mari bung beranjak dari petunjuk (al Huda) yang universal, logis dan rasional berikut ini.
“Wahai manusia: makan lah makanan yang halal dan baik”. (QS al Baqorah:168).
Fakta Halal In-Flight Meals adalah bukti kecil bahwa QS al Baqodah:168 itu benar. Pars Pratoto bahwa terbukti al Qur’an itu benar, dan mulia! Pun di angkasa 33 ribu kaki.
Hemat saya, sungguh itu amar perintah yang benar indah. Saya mimpi sarapan di angkasa 33 ribu kaki sembari mengintip fajar bersemi dari tingkap maskapai “Alimbas Airlines”, melalak ke angkasa Norwegia menengok cahaya hijau-kuning yang menari: Aurora Borealis, alahai indahnya.
Walau saya sekuat ‘Iron Man’, tak bisa memborong dan memakan semua buah-buah seisi rak Kedai In-Flight. Saya tak bisa makan banyak. Jangan borong semua minyak goreng, ups: buah. Take it all tidak Pancasilais.
Selain mengusung hukum memakan makanan halal dan baik, ditambah satu lagi: jangan banyak-banyak!
Jamaah Pembaca pejuang the Greatness. Perintah yang indah dari al Huda QS 2:168 itu jangan ditunda. Selagi layar lancang terkembang, surut ‘Alimbas Halal Food’ berpantang. Yakin Usaha Sampai.
Tabik. (Muhammad Joni, Advokat, jamaah the Greatness Indonesia).