Progresif Memenuhi Hak Pendidikan
Banyak orangtua yang kerja super keras menyekolahkan anaknya, menjual sawah atau ladangnya, merantau ke negeri seberang menjadi pekerja migran untuk pendidikan anak. Perilaku ini bukan tunggal, namun kesadaran dan perilaku kolektif para ayah dan ibu di negri kita. Inilah karakter orangtua yang progresif ayah-ibu untuk pendidikan anak. Apakah ’ibu pertiwi’ sudah berkarakter seperti personalisasi ayah-ibu tadi? Cukupkah dengan alokasi APBN 20% untuk pendidikan?
Pendidikan sebagai esensi pemberadaban, denyutnya tidak boleh berhenti. Apalagi pendidikan dasar (basic education) yang strategis dalam masa mulai membangun fisik, psikis, dan karakter anak. Karenanya, bagi anak-anak, pendidikan dasar mesti terus diselenggarakan, dalam situasi apapun dan bagaimanapun.
Pendidikan adalah hak dasar (fundamental right) untuk semua anak, bahkan untuk segala situasi apapun (in all situations) Karena merupakan fondasi untuk pembelajaran seumur hidup dan pembangunan manusia. Secara konstitusional, hak atas pendidikan sudah dijamin dalam Pasal 31 UUD 1945; dan selanjutnya dilegalisasi dalam hukum nasional yakni dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN).
Dalam Universal Declaration on Human Rights (UDHR) (1948), ditegaskan bahwa: “Every one has the right to education. Education shall be free, at least in elementary and fundamental stages. Elementry education shall be compulsory …”.
Selanjutnya, Pasal 28 ayat (1) CRC (1989) menegaskan hak atas pendidikan bagi anak: “State parties recognize the right of the child to education, and with a view to achieving this right progressively and on the basis of equal opportunity, …”;
Selanjutnya, dalam Pasal 13 ayat (2) ICESCR, negara peserta mengakui, dengan menekankan upaya pencapaian untuk merealisasikan penuh (to achieving full realization) hak pendidikan termasuk pendidian dasar (primary education) sebaagi suatu kewajiban (compulsory) dan tersedia secara bebas biaya untuk semua (free to all).
Pelaksanaan atas hak pendidikan menurut Pasal 13 ICESCR dilakukan dengan upaya pencapaian untuk pelaksanaan penuh (a view to achieving full realization), adalah tonggak penting dalam pemenuhan hak atas pendidikan menurut ICESCR. Istilah “with a view to achieving progressively the full realization of the rights”, terkandung dalam Pasal 2 ayat (1) ICESCR. Pasal 2 ayat (1) ICESCR, menegaskan bahwa setiap negara peserta ICESCR mengambil langkah sendiri maupun dengan bantuan internasional dan kerjasama, untuk merealisasikan hak-hak dalam ICESCR tersebut. Dengan demikian, maka pemenuhan hak atas pendidikan berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 2 ICESCR, dilakasanakan dengan aplikasi segera.
Mengenai hak atas pendidikan, selain dalam ICESCR, Indonesia juga terikat dan wajib merujuk ke dalam CRC Pasal 28 dan Pasal 29. Dari historis kelahirannya, justru CRC disahkan Majelis Umum PBB lebih kemudian (1989). Karenanya, dalam proses pembentukan dan pembicaraannya, CRC merujuk dan mempertimbangkan ICESCR.
Dalam Pasal 28 ayat (1) CRC, justru dirumuskan hak anak atas pendidikan lebih spesifik menegaskan hak atas pendidikan anak, yakni hak pendidikan anak yang pencapaiannya dilakukan secara progresif (to achieving this right progressively), dan berbasis kesetaraan kesempatan (on the basis of equal opportunity).
On the Basis of Equal Opportunity
Pasal 28 ayat (1) CRC merumuskan pencapaian pendidikan anak yang menekankan “on the basis of equal opportunity”, merefleksikan fakta bahwa jumlah anak yang mengalami diskriminasi dalam pendidikan (utamanya anak di desa, anak cacat, anak perempuan). Karena itu, pendidikan anak dilaksanakan dengan tanpa diskriminasi kepada setiap anak, dalam segala strata, jenis kelamin, regional (desa-kota), anak normal-anak dalam situasi khusus atau cacat, anak minoritas, pengungsian, dalam sitausi darurat atau konflik, dan sebagainya.
Sebagai negara peserta yang berkewajiban membuat laporan kemajuan, maka dalam laporan atas pelaksanaan Pasal 13 ICESCR tersebut, dilaporkan bagaimana perhatian terhadap kelompok (anak) dalam situasi rentan dan tidak kelompok (anak) yang tidak beruntung di dalam masyarakat (vulnerable and disadvantaged groups within society).
Salah satu kelompok anak yang terabaikan hak pendidikannya adalah anak perempuan (girls). Anak perempuan, kerap mengalami diskriminasi dalam pendidikan. Diperkirakan duapertiga anak perempuan dari 100 juta anak tidak memperoleh pendidikan dasar.
Anak perempuan sedikit memperoleh hak pendidikan karena adat kebiasaan, menjadi buruh anak, perkawinan dini, ketiadaan uang dan fasilitas sekolah.. Di Bolivia, anak perempuan cederung pertama kali tercerabut dari sekolah karena terbebani kewajiban dalam keluarganya, atau membantu ibunya bekerja.
Pemenuhan hak atas pendidikan secara setara, juga sejalan dengan prinsip non diskriminasi dalam segala bentuknya (ras, warna, kelamin, agama, politik dan opini, asal usul sosial, property, kelahiran, ataupun status lain), ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) ICESCR. Penegasan jaminan non diskriminasi antara lelaki dan perempuan, ditegaskan pula dalam Pasal 3 ICESCR.
Pemenuhan pendidikan anak yang setara, adalah realisasi prinsip CRC Pasal 2. Non dikriminasi bukan saja menjadi prinsip dalam CRC, namun sudah diambil alih dan eksis dalam semua konvensi internasional. Di ndonesia, Pasal 2 UU No 23/2002 juga menyerap prinsip non diskriminasi.
Alinea pertama dari Pasal 2 CRC menciptakan kewajiban fundamental negara peserta (fundamental obligations of state parties) yang mengikatkan diri dengan CRC, untuk menghormati dan menjamin (to respect and ensure) seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak dalam semua jurisdiksi nasional dengan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.
Prinsip non diskriminasi ini diartikulasikan pada umumnya konvensi dan atau instrumen internasional HAM. Perlu digarisbawahi kemungkinan terjadinya diskriminasi anak yang membutuhkan perlindungan khusus, anak tidak beruntung atau kelompok anak-anak yang beresiko, misalnya anak cacat (disabled children), anak pengungsi (refugee children). Pasal-pasal tertentu CRC menyediakan bentuk-bentuk perlindungan khusus bagi anak yang cenderung mengalami diskriminasi. Sebab, diskriminasi adalah akar berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak.
Progressively
Dalam Pasal 28 ayat (1) CRC menekankan pula pada aspek progresif dalam pencapaian hak pendidikan anak. Banyak negara berkembang kehilangan sumber daya untuk menjamin pendidikan meneanh berjalan, atau bahkan pendidikan dasar bagi semua anak-anak. Untuk memandu pencapaian progresif pemenuhan hak pendidikan anak, dapat pula merujuk kepada Pasal 4 CRC, dimana negara peserta akan mengambil langkah legislatif, administratif dan upaya lain, guna melaksanakan hak-hak anak dalam CRC. Untuk melaksanakan hak ekonomi, sosial, budaya, negara peserta mengambuil langkah maksimum (to the maximum extent of available recources).
Dalam The Guideline Periodic Report of CRC, negara peserta menyediakan informasi mengenai proporsi anggaran rata-rata (pusat, daerah, dan local) untuk pendidikan anak, dan alokasinya untuk setiap jenis level (para 106). Negara Mongolia misalnya, mengalokasikan 20% anggaran nasional untuk pendidikan (Mongolia, IRCO, Add.48.para.3), Portugal mengalokasikan anggaran pendidikan 1% dari GDP sejak 1999 (Portugal ICRO, Add.45, para.5).
Isu “progressively” tidak hanya berkaitan dengan pembelanjaan keuangan, namun jga terkait dengan administrasi pendidikan. Karenanya, pemenuhan hak atas pendidikan secara progresif terkait pula dengan pengembangan secara menyeluruh sistem pendidikannya.
Pendidikan Dasar Bebas Biaya untuk Semua
Dalam CRC, ditentukan bahwa negara peserta membuat mewajibkan pendidikan dasar dan disediakan dengan bebas biaya (free for all); Sepanjang perumusan darf CRC, diskusi mengenai istilah “free” berkembang dengan pemikiran yang mempertanyakan apakah mungkin menyelenggarakan pendidikan dengan bebas biaya? Baik secara langsung ataupun tdak langsung –melalui pajak.
Penolakan datang dengan pemikiran bahwa pendidikan yang bebas biaya hanya ilusi selama segala seuatu haruis ada biayanya. Namun, proposal delegasi Jepang –dalam perundingan draf CRC- yang memberikan ionterpretasi term “free” sebagai membuat aksesibilitas semua anak-anak ats pendidikan”.
Namun dalam hal pendidikan dasar, Pasal 28 ayat (1) sub a CRC menegaskan dengan jelas bahwa Negara berkewajiban menjamin pendidikan dasar bagi semua anak-anak, tidak hanya untuk anak dari kelas pendapatan rendah atau kategori lainnya.