Risalah Hari Kemerdekaan: Monumen Prof.Lafran, dari Amandemen ke Identitas Konstitusi (2)
Bukan di zaman reformasi yang makin demokratis, namun era digjayanya “UUD 1945 yang murni dan konsekwen”, tahun 1970 Prof.Lafran berpidato fitur penting berbangsa, bernegara dan berkonstitusi, antara lain:
“…ada hal-hal yang tidak boleh diubah.
Yang pertama-tama adalah dasar (filsafat) negara yaitu Pancasila.
Yang kedua adalah tujuan negara.
Yang ketiga adalah asas negara hukum.
Yang keempat adalah sebagai Kepemilikan rakyat.
Yang kelima adalah sebagai kesatuan.
Yang merupakan asas republik”.
Apa akibat kalau enam hal itu diubah juga? Masih menurut pendapat Prof. Lafran:
“…kalau salah satu hal yang saya sebut tadi diubah, maka negara ini tidak sesuai lagi dengan negara yang kita inginkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kalau dasar (filsafat) negara dan tujuan negara dapat kita malahan mengatakan bahwa negara ini bukan lagi negara yang kita proklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Dan hal ini berlaku juga terhadap organisasi manapun juga. Tujuan dan dasar satu organisasi merupakan eksistensi organisasi itu.
Dan menurut pendapat saya, dengan berpegang teguh pada enam hal yang saya sebut tadi, yaitu hal-hal yang tidak dapat diubah, kita dapat mengadakan perubahan pada tata Negara kita”
Konsisten pada sikap akademis mengusung pembaruan UUD 1945, butir pidato guru besar Prof. Lafran Pane itu telah disingkap setakat Dies Natalis ke 2 IKIP Yogjakarta, 30 Mei 1966.
Lukman Hakiem anggota DPRRI (2004-2009) menuliskan jejak pemikiran konstitusi Prof.Lafran di koran Republika (2017). Itu jejak konsistensi pemikiran konstitusionalisme Prof.Laftan.
Saya merisalah, bahwa sosok konsistensi menghendaki jodohnya: keberanian!
Majelis Pembaca yang bersemangat. Pemikiran konstitusi Prof.Lafran itu taat asas dengan keIndonesiaan yang merdeka diproklamasikan 17 Agustus 1945. Jangan mempertanyakan jiwa kebangsaannya. Patriotisme konstitusi yang memerdekakan sejak hati lekat pada pikiran dan tindakannya.
Pernah, pendiri HMI itu malah berani mencopotkan dirinya dari orang nomor satu dan rela mewakafkan jabatan Ketua Umum PB HMI, Lafran hanya menjadi staf ketua bahkan hanya sektetaris 2 dibawah Ketua Umum Muhammad Syafaat Mintareja (1947-1948).
Kua-akademis fitur pokok konstitusi yang tidak hendak diubah yang dikenali ilmu hukum konstitusi dengan Identitas Konstitusi (Constitutional Identity), yang kini berkembang khazanah pustakanya.
Buku baru Prof.Jimly Asshiddiqie mengambil titel Pancasila Identitas Konstitusi Berbangsa dan Bernegara (2020).
Pan Mohammad Paiz yang menulis buku amandemen konstitusi dalam komparasi yang juga mengulas Identitasi Konstitusi.
Konstitusi semustinya luwes wawasan zaman. Konstitusi bisa diubah, namun (ini teramat penting!) Pan M. Paiz menyebut istilah “fitur-fitur dasar” (basic featutes) konstitusi yang tidak bisa diubah. Termasuk tumbuh rindang pohon HAM sebagai konstitusi yang hidup (living constitution).
Dari Paiz ada 11 fitur utama UUD 1945, 5 (lima) diantaranya: (1) pembukaan UUD 1945, (2) negara yang berdaukat dan demokratis, (7) negara hukum dan pengujian UU, (9) esensi perlindungan HAM, kesejahtetaan, (10) konsep negara kesejahteraan.
Pakar hukum konstitusi lain, seperti Michael Rosenfeld menyebut Identitas Konstitusi sebagai fitur aktual dan ketentuan khusus konstitusi. Hukum konstitusi di India menyebut frasa doktrin struktur dasar. Tabik. (Bersambung ke-3).
*) Muhammad Joni, S,H., M.H., Advokat, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Sekretaris Umum Badko HMI Sumatera Utara (1990-1992).