Risalah Hari Kemerdekaan: Monumen Prof.Lafran, dari Amandemen ke Identitas Konstitusi (3)
Menjaga fitur utama konstitusi berbangsa dan bernegara diajarkan Prof.Lafran. Dia juga mengajarkan cara menjaga perubahan dengan merawat keberanian yang konstitusional-prosedural. Yang berguna bak katup pengaman gejolak rakyat dan juga kanalisasi kehendak membuat permulaan segar (desire to make a frest start), meminjam frasa K.C.Wheare dalam ‘Modern Constitution’ (1996).
Prof. Lafran tegak di depan monumen sejarah pemikiran konstitusi. Dia pemberani yang memidatokan perubahan UUD 1945, dan mengusung Identitas Konstitusi –fitur dasar yang tak hendak diubah. Lebih awal dari jamak ulasan bertema Identitas Konstitusi: ‘Constitutional Identity’ (2006) dari Gary Jeffrey Jacobshon, ‘Constitutional Identity’ dari Michael Rosenfeld (2012), juga ‘How Do Constitutions Constitutional Identity’ dari Mark Tushnet (2010).
Namun saya belum menemukan pidato guru besar Prof.Lafran 16 Juli 1970 itu belum masuk fitur utama dalam daftar pustaka jamak buku ilmu hukum konstitusi. Namun butir mutiara pikiran Prof. Lafran itu sekufu mutu gagasan konstitusionalisme (constitutionalism), dengan berani memidatokan gagasan amandemen konstitusi dan menjaga Identitas Konstitusi UD 1945.
Mantan anggota DPA RI yang lebih suka sebagai pendidik itu, lugas kepada 6 (enam) struktur dan fitur utama UUD 1945 ke dalam Identitas Konstitusi yang tak hendak diubah. Dari sosok konsisten loyal kepada Negara Indonesia dari Proklamasi 17 Agustus 1945, saya menemukan monumen ajaran teladan Prof.Lafran.
Semakin bersyukur dan ikhlas sebagai Lafranian, anak idiologis dan kader HMI dari sang pahlawan nasional, walau HMI tak melekatkan diksi Indonesia di belakangnya.
Walau mengaku sulit berorasi, namun Prof.Lafran berciri pemberani patriot konstitusi: UUD 1945. Narasi Lafran sosok yang lahir “tak lengkap”, karena dia tak punya rasa takut –seperti dicuplik novel A.Fuadi– mengabadikan nasihat betapa penting patriotisme konstitusional (constitutional patriotism, meminjam frasa Mark Tushnet) yang berani menjaga Proklamasi dan menghidupkan konstitusi –yang difiturkan merdeka sejak hati.
Mencuplik pendapat Patrick Henry menjadi kalimat positif, hemat patik bahwa konstitusi itu perkakas rakyat membatasi kekuasaan pemerintah –dari keburukan absolutisme. Bukan perkakas pemerintah membatasi kedaulatan rakyat, pun demikian menciderai kesejahteraan rakyat.
Analog itu, berani berkonstitusi berarti berjihat tak membatasi jalan-jalan kepada kesejahteraan rakyat: perumahan yang layak, terjangkau layanan kesehatan rakyat, pendidikan mencerdaskan, rindang pohon HAM, anak-anak Indonesia bebas stunting; untuk menyebut bebarapa daftar agenda.
Sudahkah kita patriot konstitusi berani menyokong memerdekakan rakyat dari miskin kesejahteraan? Bukankah sejahtera adalah satu alasan mengapa kita bernegara. Merdeka!!! Tabik.
*) Muhammad Joni, S,H., M.H., Advokat, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Sekretaris Umum Badko HMI Sumatera Utara (1990-1992).