Satu IDI dan Kolegium Kedokteran
Oleh: Muhammad Joni, SH., MH.
Diracik dari Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang fenomenal atas Uji Materil UU Praktek Kedokteran, kaidah hukum Satu IDI itu Pasti dan Konstitusional. Yang diulas ringan dalam buku ‘Jejak Advokasi Satu IDI – Rumah Besar Profesi Kedokteran’.
Buku ‘Satu IDI’ ini mengubak denyut advokasi wadah tunggal Organisasi Profesi dokter. Juga, rekam geliat aksi, gelut pemikiran, pun skills praktis litigasi mengawal konstitusionalitas norma Satu IDI. Yang berusaha dinarasikan indah bagai Aurora Borealis, agar bedah hukum dicerna santuy, ngotak, praktis, dan tanpa kengerian pada alkisah bedah medis.
Penulis melekatkan frasa “perlindungan kesehatan rakyat dengan satu standar kompetensi” pada tafsir norma ‘Satu IDI’. Menjadi ‘Satu IDI yang Pro Kesehatan Rakyat, juga! Manfaat ‘Satu IDI’ itu gayeng juncto happiness untuk semua, bukan urusan kaum dokter dan dunia kedokteran saja. Inilah sajian nomor 57 dari 68 tulisan Buku ‘Satu IDI’.
**
Dokter memiliki kewenangan medis (medical authority) bertindak atas tubuh manusia. Namun tidak bertindak sembarang, karena dokter memiliki kompetensi kedokteran (medical competency). Dengan disiplin ilmu (body of knowledge), terikat etik kedokteran dan sumpah dokter.
Dokter berwenang memberikan perintah (standing order) kepada tenaga kesehatan lain, karenanya dokter disebut captain of the team dalam penyelenggaran layanan kesehatan.
Demi menjaga kemuliaan profesi, dokter terikat 3 (tiga) norma sekaligus: norma etik, norma disiplin dan norma hukum (vide pendapat MK dalam Putusan Nomor 14/PUU-XII/2014, angka 3.14).
Untuk siapa? Semua dokter, baik dokter umum (general practitioners/GP) maupun dokter spesialis/sub spesialis. Sebab UU 29/2004 menormakan dokter adalah dokter umum dan dokter spesialis. Yang berhimpun dalam “satu tubuh” Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Karenanya perhimpunan dokter spesialis berada dalam IDI. Seluruh perhimpunan dokter spesialis dalam pengembangan pelayanan keprofesian dikoordinir majelis yakni MPPK (Mejelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian) yang berada dalam tubuh IDI.
Dalam tubuh IDI itulah, MPPK termasuk struktur kepemimpinan tingkat pusat. Bukan bawahan Pengurus Besar (PB) IDI.
Apa posisi profesional IDI? Merujuk Pasal 1 angka 12 UU 29/2004 yang menormakan Organisasi Profesi, untuk dokter adalah IDI. Pembuat Undang-undang tegas menyebutkan IDI adalah Organisasi Profesi, bahkan dengan memberikan sejumlah kewenangan dan wewenang menjalankannya.
Jadi, maksud asli (original intens) pembuat Undang-undang bahwa Organisasi Profesi dokter hanya IDI.
Norma itu bersesuaian (conformity) dengan Mukaddimah Anggaran Dasar (AD) IDI dan Pasal 6 AD IDI, bahwa IDI adalah Organisasi Profesi. Jelas bisa dibedakan dengan nalar, bahwa IDI bukan organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Merujuk Pasal 14 ayat (1) AD IDI, struktur kepemimpinan IDI tingkat pusat terdiri atas PB IDI, MKKI (Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia), MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran), MPPK (Mejelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian).
IDI mengakui pemisahan/pembagian kepemimpinan antara PB IDI, MKKI, MKEK, MPPK. Mengikuti ajaran “trias politica” dalam hukum tata negara, kiranya bisa disebut sementara dengan “quarta politica” untuk ontologi struktur kepemimpinan/kekuasaan IDI.
Dari analisis struktur kepemimpinan, PB IDI bukan atasan MKKI, MKEK dan MPPK. Demikian pula MKKI, MKEK dan MPPK bukan subordinat PB IDI, namun memiliki wewenang dan bertanggungjawab pada bidang tugas masing-masing. Tidak bisa intervensi.
Struktur sedemikian adalah aspirasi dan pilihan rasional yang berasal dari bawah/praksis lapangan, memiliki justifikasi sosio-profesional, karena dibahas/dikaji, diuji/dievaluasi dan disahkan melalui Muktamar IDI setiap 3 tahun.
Dengan posisi dan kewenangan MKKI mengordinasikan kolegium-kolegium kedokteran membuktikan profesi dokter dan praktik kedokteran tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan profesi kedokteran itu sendiri. Sudah diakui dan standar universal jika profesi terikat dengan pendidikan profesi. Bahkan kode etik dan pengawasan profesi.
Mustahil kompetensi profesi dipisahkan dari atau tanpa pendidikan profesi.
Kolegium-kolegium kedokteran inheren atau bagian tidak terpisahkan dari profesi dokter. Tepat, MKKI menjadi inti dari Organisasi Profesi cq IDI.
Nihil alasan dan kehilangan obyek jika hendak meminta Organisasi Profesi cq IDI dimaknai juga kolegium kedokteran ataupun MKKI. Karena, ontologi struktur kepemimpinan IDI memang persis demikian, sudah inheren dan sudah malah berjalan prima. Seperti tamsil menyatunya putih dan hitam mata. Seperti kepala pada tubuh manusia. Tabik. (Bersambung #58)