Serikat Status Magrifat
Detik dalam hari, detak dalam hati. kata dalam susastra, ayat dalam kitab. seru menyeru, satu menyatu. Deru menderu, menemui Satu. Kutatap langit merah saga, kudapat magrib di angkasa, kulepas puasa tanpa bicara. Kulantun doa dari balik tingkap garuda, jamaah musyafir bergumam membingkis asa. Selamat (kami) mendarat, ya Rabb, ya Ajjawajalla.
Kilap magrib di angkasa, takjilan berbuka alakadarnya. Menatah bumi rantau manusia, ucapkan syukur-tahmid, menggema ke dada, di malam rahasia & tak biasa: Malam seribu bulan, sekali saja.
Di angkasa Sumatera binar bulan purnama, diatas kudapat magrib masuk ke isha. Jamaah garuda musyafir Jakarta. Dalam semangat, ku bertenaga.
Di angkasa kumengerti makna. Hidayah tak diberi kepada akal tetapi ditempati dalam hati. “…Allah memberi petunjuk kepada hatinya” (QS. 64: 11).
Di angkasa kemerasakan nikmat magrifat, betapa sahdu rapat mendekat dalam iktikaf. “…maka sesungguhnya AKU dekat” (QS Al Baqarah).
Oh Tuhan, apakah aku sedang tertidur atau terjaga? Merasakan dasyatnya kekuatan maya. Terasa ada, terlihat tiada. Seperti garam di tubuh samudera. Seperti gelombang di lekuk samudera. Seperti tubuh berisi jiwa.
Menghantar peselancar cinta menemukan hakikat mendekatNYA. Dilalui sendiri tetapi diri peduli dalam kendali.
“Kuda-kuda itu tak membedakan antara lembah dan jalan terjal, semuanya dilaluinya dengan mudah tanpa kehilangan kendali”. Tak berlaku bagiNya hukum kausalitas: Wajib al-Wujud.
Pasrah dengan holistik semesta, patuh dengan hukum kausalitas dan bukan kausalitas atas kuasa Dia. Diatur Tuhan, dibantu alam.