Sertifikat Modal Koperasi: Modal bukan Kekuasaan
Andai pembaca menjadi pengurus atau anggota Koperasi? Bersiaplah lebih sejahtera, dengan mengubah Anggaran Dasar yang mengkonversi modal ke dalam Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi, sebut saja SMK. Ini kabar baik, anda yang menjadi anggota Koperasi bisa memiliki SMK dan menjadikannya sumber pendapatan pasif baru. Kesejahteraan anggota makin meningkat.
Begitu catatan hati saya, tatkkala diminta membantu Kementerian Koperasi dan UKM mempertahankan 23 norma UU Nomor 17 Tahun 2012 yang diujikan ke Mahkamah Konstitusi. Bayangkan andai seluruh rakyat dewasa menjadi anggota Koperasi, ekonomi keluarga akan semakin menguat.
Andai tiap konsumen kebutuhan harian rumah tangga dari waralaba ‘….mart’, atau ‘…four’ adalah Koperasi dan pembelinya adalah anggota Koperasi, tentu sebagian surplus hasil usaha akan mengalir kembali. Andai digiat-giatkan misi ini: konsumen yang anggota Koperasi berbelanja kepada Koperasi, apa alasan itu bukan gerakan ekonomi yang dahsyat?
Walau Koperasi berbeda dengan perseroan terbatas (PT), namun sebagai badan usaha tetap membutuh modal. UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, membuat norma baru perihal modal. UU itu memperkuat modal Koperasi dengan SMK sebagai sumber modalnya. Berbeda dengan saham (share), SMK tidak mempengaruhi jumlah suara dan hanya boleh dimiliki anggota Koperasi. Itu ketentuan yang imperatif.
Pasal 66 UU Perkoperasian mengatur modal Koperasi. SMK sama sekali berbeda dengan konsep saham seperti PT. Pun, SMK hanya menghimpun potensi anggota Koperasi sendiri. Maksudnya, untuk memperkuat modal Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, kuat, tangguh dan mandiri. Modal diperlukan agar dapat berusaha, sehingga tak sekedar dibentuk dan mati suri. Dari usaha Koperasi, jika memperoleh Surplus Hasil Usaha yang sebagian dibagikan kepada anggota Koperasi.
SMK sebagai instrumen modal Koperasi bukan diterbitkan untuk mengejar keuntungan tiap-tiap anggota dari modal yang ditanamkannya. Dengan SMK itu, Koperasi sebagai organisasi bekerja dengan modal, namun bukan untuk modal. Melalui SMK, Koperasi terwujud sebagai organisasi yang menyampingkan modal sebagai sumber kekuasaan. Jumlah nominal SMK tidak mengakumulasi hak suara. Tidak mempengaruhi hak suara dalam Rapat Anggota.
Modal Koperasi yang berasal dari SMK tidak menghilangkan kepemilikan Koperasi oleh anggota Koperasi, karena SMK tidak diberikan kepada orang selain anggota Koperasi. Tidak mengubah Koperasi menjadi kumpulan modal, namun hanya instrumen memperkuat modal dari anggota Koperasi sendiri. Hasilnya akan dibagikan kepada anggota Koperasi dalam mekanisme Surplus Hasil Usaha. Mewujudkan asas kekeluargaan dan “dari anggota, oleh anggota untuk anggota” termasuk dalam hal pembagian Surplus Hasil Usaha.
SMK tidak menjadi penentu hak suara dalam Rapat Anggota [Pasal 69 ayat (1) UU Perkoperasian]. Berapapun kepemilikan SMK tidak mempengaruhi suara pada Rapat Anggota, berbeda dengan konsep saham dalam UU Perseroan Terbatas yang menjadi penentu hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Norma SMK sebagai modal Koperasi sudah berjalan sebagai perilaku sosial dalam praktik perkoperasian di Indonesia. Bahkan pada banyak Koperasi Simpan Pinjam (KSP), sudah menggunakan istilah “Saham Koperasi” dalam Anggaran Dasar. tetapi, istilah “Saham Koperasi” berbeda dengan konsep/definisi ‘saham (share)’ dalam UU PT. yang berpengaruh kepada hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada SMK, setiap anggota hanya memiliki satu hak suara [Pasal 35 ayat (3) UU Perkoperasian].
Pasal 66 UU Perkoperasian bukan keadaan baru karena hanya menormakan apa yang menjadi kebiasaan praktik koperasi. Untuk menjalankan Koperasi, apalagi Koperasi yang berkualitas yang tumbuh kuat, sehat, mandiri dan tangguh [konsideran “Menimbang” huruf b UU Perkoperasian]. Tidak cukup memadai mengandalkan hanya dari Setoran Pokok, karena akumulasinya sangat kecil sehingga tidak cukup kuat menjalankan usaha Koperasi karena itu perlu diakumulasi modal Koperasi dengan menerbitkan SMK kepada anggota Koperasi.
Sebelum adanya UU Perkoperasian, modal Koperasi selalu tidak stabil dan jumlahnya terbatas, karena Simpanan Pokok dan akumulasi Simpanan Wajib bisa ditarik sewaktu-waktu oleh Anggota. Akibatnya Koperasi tidak kuat, labil, dan kerapkali mengalami mati suri serta hanya mengharapkan bantuan Pemerintah. Dengan SMK, modal diakumulasi. Namun modal bukan sumber kekuasaan.