Tambat

Konon, tiap malam perahu kayu itu cuma ditambatkan alakadarnya tanpa pengamanan. Tak ada petugas khusus yang dibayar menjaganya seperti patroli polisi pantai atau satpam berpentungan kayu hitam di komplek perumahan. Cuma mengandalkan seutas tali rami yang mulai rombeng dan tak bertenaga utuh lagi.

Yakin perahu itu kan setia pada majikannya, percaya takkan pindah arah ke lain pantai, di malam jahanam sekalipun. Perahu kayu itu cuma dijaga sisa-sisa terang sinar kuning lampu pijar yang mengelantung di pucuk tiang-tiang berlampu di tubir pantai Ancol. Muncung perahu itu pun sedikit menindih daratan yang berhamparan batu koral, seakan hendak mengulum sekujur lekuk pantai Ancol berbentuk busur.

Perahu itu aman dijaga malam, dikawal sepi, sesekali dikunjungi purnama paro bulan. Namun perahu tak kuasa lepas dari bidikan spesialis pemburu “Best night shot”.

Di satu malam, Muzakhir Rida membingkai “Best Night Shot” perahu tambat yang tak sendirian. Perahu kayu tradisional bertenaga angin itu berteman damai dengan sejejer lelampu bisu bertenaga mahal, keduanya berkolaborasi damai mengarsiteki panorama cantik lewat tengah malam di tubir pantai Ancol. Gambar molek itu berkali-kali terekam hasil bidikan jenius pejuang. Dan akupun bertahmid Subhanallah menikmati “jejak-jejak” keindahan Tuhan di jagat semesta. Vestigio Dei.

Leave a Reply