UU Kesehatan: Ayat Tembakau Vs Ayat Terong
Ini kisah terong dalam persidangan mahkamah. Sepanjang diketahui sejarah, tak ada yang mengaku teradiksi nikotin terong atau kentang atau tomat, seperti teradiksi nikotin tembakau.
Tak pernah terdengar keluhan adiksi terong, tomat, kopi atau kentang. Namun, sepakat sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) menguji ayat tembakau UU Kesehatan, ada pertanyaan naif, ”mengapa hanya tembakau yang diatur dalam UU Kesehatan? Bukankah selain tembakau, tanaman lain seperti terong, kopi, tomat dan kentang juga mengandung nikotin?”.
Kua normatif, Pasal 113 UU Kesehatan hanya menyebut tanaman tembakau. Penyebutan tembakau bukan diskriminasi namun proteksi masyarakat dari adiksi nikotin. Tepat apabila Pasal 113 ayat (1) UU Kesehatan menggunakan frasa ”Pengamanan penggunaan”, yang berarti adalah pengendalian (control). Tidak ada menggunakan frasa ”penghapusan” atau ”pelarangan”. Tak ada niat dan dalil UU Kesehatan menghapuskan pertanian tembakau.
Penggunaan frasa ”pengamanan penggunaan” dalam Pasal 113 ayat (1) UU Kesehatan adalah sejiwa dan sesuai dengan norma konvensi internasional sebagaimana FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Penggunaan istilah tembakau dipakai secara universal term International Classification of Disease and Related Heart Problem (ISCD 10 WHO 1992) dalam F 17 code yang berbunyi “mental and behavior disorder due to use of tobacco”. Karenanya, bukan hal baru apalagi diskriminasi. Takkan ada instrumen internasional menggunakan term yang diskriminatif.
Di negri ini pun menggunakan istilah tembakau. Lihat saja Pasal 1 butir 1 PP Nomor 19 Tahun 2003, yang menyatakan tembakau mengandung nikotin dan tardengan atau tanpa bahan tambahan”; Pasal 1 butir 2 menyatakan “Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan”.
Produsen rokok sendiri mengakui bahaya merokok itu. Cermati pernyataan ini: ”smoking is dangerous and addictive, cigarettes smoking is addictive, …There is no such thing as a ’safe cigarette”, (vide, www.philipmorrisinternational.com).
Kembali ke hal ihwal nikotin dalam terong. Sebenarnya tak cuma terong, juga tomat, kentang, kopi dan beberapa yang lain. Secara ilmiah kadar nikotinnya sangat amat kecil dapat diabaikan dan tidak berbahaya.
Menurut Dr Widiyastuti Soerojo, ”tembakau mengandung nikotin dalam jumlah besar yakni 18 juta microgram per kilogram. Karakteristiknya adiktif plus, artinya dengan 4.000 zat kimia dan 43 diantaranya karsinogenik atau penyebab kanker. Tanaman lain memang mengandung nikotin seperti terong, kentang, tomat, paprika, kopi, coklat, teh namun kadarnya sedikit dan diabaikan, sehingga tidak bersifat adiktif, tidak ada efek ketagihan, dan tidak perlu masuk dalam Undang-undang.
Secara faktual tidak pernah terbukti ada orang yang mengalami adiksi nikotin dari terong, kentang, dan lain-lain. Justru apabila memasukkan tanaman terong, tomat, kopi, paprika, kentang dan yang lainnya dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU Kesehatan, dengan memasukkannya dalam kualifikasi zat adiktif adalah argumentasi yang kacau dan mengada-ada serta jauh dari rasio ilmu kesehatan.
Lebih bahaya lagi, selain pemikiran tersebut kacau balau, justru memvonis adanya sifat adiksi tanaman-tanaman tersebut dan karenanya bakal merugikan petani terong, tomat, kopi, paprika, kentang dan lain-lain. Nah, aneh tingkat tinggi kalau menghendaki ayat terong hendak dimasukkan ke dalam UU Kesehatan. Syukurlah, MK sudah menjatuhkan petitum akurat, bahwa ayat tembakau UU Kesehatan itu tidak ada yang inkonstitusional.