Wak L The Explorer

oleh: Muhammad Joni

Usai sidang menguji disiplin kedokteran, saatnya mereguk nikmat separo siang. Patik pigi ke koordinat D di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Kami duduk di arah berlawanan, itu bukan perseteruan. Bahkan lebih banyak koyok seru-seruan, menyeruput kopinya sedikit-sedikit. Senangnya banyak.

Dia bercerita cara uniknya diterima masuk basic training HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) di Alimbas –singkatan Adinegoro Lima Belas– Medan. Tertawanya pecah dan renyah. Macam swara Diva berkelas. Patik ambil alih sebagai obat penat yang berhasil lekas. Kami melakoni hari dengan bonus apresiasi kepada subyek hukum kesehatan. Menjadikannya arah jelajah diskusi di DMako yang meriah.

Tak sekadar kedai kopi unik dan sajikan kopi specialty otentik, ujar-ujar menalar dengan juragan DMako ini bergizi, dan energik! Walau hanya dua advokat saja. Plus satu tokoh buatan: Wak L. Tanpa asap rokok yang adiktif dan karsinogenik. Entah lah Wak L.

Disapa dengan ‘Wak’, pembaca tahu status sosiologis dan umur kronologis sang Wak. Siapakah gerangan dia aset ibukota berkodekan Wak L ini?

Wak L ikut pasang telinga di ruang menalar bernama dialog cepat kami ikhwal putusan norma disiplin kedokteran –yang bukan alat bukti di bidang hukum pidana dan perdata versi Peraturan KKI No.50 Tahun 2017. Wak L mengangguk kecil ketika mendengar ulasan cepat bahwa Dokter itu profesi istimewa sekaligus berat. Sebab kaum profesi penolong (helper profesion) itu terikat 3 norma sekaligus: norma etika, norma disiplin, dan norma hukum. Lawyer mempersuasi dokter bukan oligarkhi. Kami lawyer sahabat dokter.

Diskusi kami renteng saja, namun menalar hukum yang berat dari DMako Way itu hendak membongkar pakem positifisme yang berkarat. Membedah norma hukum kedokteran dengan pisau analisa asas dan teori, bahkan filosofi –yang halalan & toyyiban “dimakan”. Menalar hukum itu berat, jangan biarkan advokat yang aaja. Apalagi penganut positifis-kondisionalis. Menalar hukum belum tutup kedai.

Amek Rachmad Gunawan akrab dengan tokoh kreatif Wak L-nya. Sang Wak L diciptakannya bergaya tutur khas ala Medan juncto Sumatera Timur yang egaliter. Wak L menawarkan cara unik berhukum. Alirannya sosiologis kontemporer. Jurus praktis mengandalkan kesepakatan sebagai induknya hukum. Bahkan melakoni analisis hukum yang “cepat” dan “konkrit” di ruang sosial yang riuh dan ramai pelintas. Setara dengan riuhnya ruang spasial dinamika kota dan pasar nan sejuk berkubah hijau Chorsu Bazar di kota Tashken, ibu kota Uzbek, yang masih jalur sutra, banyak pemburu rempah melintas di Asia Tengah eks Uni Soviet sana.

Acap dan kerap analisanya dari arah berlawanan. Namun analisis Amek pun ujaran Wak Laong, yang ringan dan berpikir cepat. Namun menjejalah tajam ke dasar kesadaran. Baginya, lawyer membaca buku untuk menjawab praktis pekerjaaan saja.

Darinya saya mendengar istilah menggelitik ini: “uang baca”. Dikasi berkas, “harus ada uang bacanya bang,” kata Amek.

Mirip sekaligus beda dengan kata mutiara: “time is money”, baginya membaca adalah (untuk) sejahtera. Patik setuju itu, walau dengan pola lebih lunak dan canggih. Literasi harus lah mencerdaskan dan musti lah menyejahterakan. Tanyalah John Grisham yang jamak menulis novel hukum ataupun Robert Harris yang menovelkan trilogi Cicero.

Ini bukan umbang, ujaran Wak Laong kerap dan acap di iya-kan pembaca. Sebagai anggukan kepala maupun senyuman kecil kaya makna.

Bisa jadi analisis yang dihidangkan Wak Laong datang dari arah tak terduga dan diametral itu, menjadi sebab mengapa ujaran Wak Laong semakin digandrungi dan ditunggui. Pelajar hukum mengenal analisis kritis hukum dengan CLS=Critical Legal Studies. Roberto Unger menuliskan itu. Kita catat saja warna warni kejutan tipis-tipis maupun provokasi kritis-krinyis dalam berhukum ala Wak Laong itu. Yang makin “hidup” ketika bersua dalam ruang sosial kota berkubah langit biru. Catatkan saja ke ruang laptop merah yang menganga dan berjasa mendefenisikan arti sejahtera. Sebut saja risalah ngopi ini sebagai ‘DMako Notes’.

Tatkala Amek cepat mencatat dan terbakar semangat dengan kopi dan kandidat tesis magister hukum kesehatan, maka misi ngopi dengan Wak Laong pun menemui 3 kata ini: Berhasil. Berhasil. Berhasil; meniru ujaran centil figur Dora The Explorer. Dora=Explorer. Centil bukan cerewet.

Jangan takut digelar cerewet, berhukum harus cerewet. Mau tau apa artinya D pada DMako? Yuk ngopi di Explorer Mako.

Saya hendak mengajak Wak Laong menjelajahi rindang pohon seri (3): ke akar, di bawah, dan ke atas kubah hijau hitamnya. Seperti ekspresi panggung the Explorer Diva Dora. Tabik.

Leave a Reply